My Love Part 2a
Pagi ini Ify bersenandung pelan sambil melangkah
menuju halte dekat rumahnya.Tadi saat ia akan berangkat sekolah,
keluarganya sudah berada di rumah. Ayahnya sedari tadi memandang ke
arahnya dengan raut wajah berbinar. Entah apa yang di fikirkan oleh
ayahnya itu, Ify tak mau ambil pusing.
“TIINN!!” Ify berjengit.
Sebuah mobil volvo SUV yang sudah sangat ia hafal itu berhenti tepat di
sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Mario, si otoriter. Ify berfikir
beberapa saat, mengapa Rio berada di sini?. Ini sangat jarang terjadi.
Rio mennjemputnya untuk sekadar berangkat sekolah, walaupun Ify tau
pasti hal itu merupakan perintah dari papa Rio. Yah, selama satu tahun
lebih sedikit ini mereka bertunangan. Tapi, hal-hal seperti ini –yang
seharusnya sudah menjadi hal biasa bagi tunangan normal lainnya- sangat
jarang keduannya lakukan.
“Masuk!.” Suruh Rio setelah sebelumnya ia
membuka kaca mobilnya. Tanpa bantahanataupun hanya sekadar menjawab, Ify
memasuki mobil Rio. Mobil Rio segera melaju membelah keramaian jalanan
Ibu Kota yang sedang dalam kondisi lumayan padat. Di dalam mobil, baik
Ify ataupun Rio lebih memilih bungkam. Memangnya apa yang bisa dijadikan
topik pembicaraan?.Ify bersyukur karena Rio juga tidak mengungkit lagi
pembicaraan mereka kemarin. Ify juga tidak mau lagi menuntut kepekaan
Rio untuk mengerti dirinya. Ify sudah sangat bersyukur dengan kondisi
seperti ini. Hanya butuh waktu lima belas menit saja mereka sudah sampai
di sekolah mereka. Ify turun dari mobil Rio begitu mobil Rio sudah
berhenti di tempat parkir sekolahnya.
“Makasih,kak!.” Ucap Ify tanpa melihat kearah Rio. Dengan cepat Ify segera melangkah menuju ruang kelasnya.
@fb : FikhaComgirl Rfm Chelgasfever, Hl : Alyssa Mario Story, Rify Story @
“BAKPIA!!.” Ucap Ify begitu memasuki ruang kelasnya . Gadis yang
dipanggil oleh Ify itu menatap Ify dengan tatapan sebal. Ya, bagaimana
tidak. Panggilan Ify tadi sukses membuat hampir semua orang di kelas itu
menatap ke arah gadis yang dipanggilnya ‘bakpia’ itu dengan pandangan
malas. Gadis feminim, super cerewet, sahabat Ify. Gadis dengan perawakan
sedikit tomboy itu berjalan menghampiri Ify. Sivia Azizah, Via. Ya,
seenak mulut-nya saja Ify memanggil Via dengan Bakpia. Bakpia, kalau gak
salah, bakpia itu makanan yang biasanya buat oleh-oleh kalau habis dari
Jogja, seringnya isi dari bakpia ya kacang ijo. Tapi, kalau mau yang
lain bisa cari di pusat oleh-olehnya.
“Lo pagi-pagi udah bikin gue
jadi artis deh,fy. Kenapa gak sekalian aja tadi lo siarin di bagian
informasi.” Sebal Sivia sambil menyeret Ify keluar dari ruang kelasnya.
Via cukup mengerti dengan situasi di dalam kelas tadi. Ya, siapa yang
betah buat dengerin duo cerewet itu bicara?. Gak ada. Bisa-bisa langsung
tuli seketika. Sivia mengajak Ify untuk duduk di bangku taman.
“Yah, salah siapa pipi lo tembem gitu.” Sahut Ify setelah ia membenarkan posisi duduknya.
“YAK!. Walaupun pipi gue gak setirus lo, jangan seenak jidatnya donk
ngatain gue tembem. Gue udah usaha buat nurunin berat badan ya, Fy.
Seharusnya, lo sebagai sahabat yang baik bantu gue ngapain kek biar
berat badan gue cepat turun. Gue saranin, lo juga seharusnya makan yang
banyak deh, Fy. Biar badan lo agak ada body-nya dikit lah. Supaya kak
Rio juga bisa cepet-cepet nge-respon lo. Oiya, gimana?. Ada kemajuan
gak dari Tuan Mario?. Lo-kan lulus nanti udah mau jadi Ny. Mario.” Goda
Sivia. Ify hanya melongo mendengar sahabatnya yang ajaib itu mengucapkan
kalimat sepanjang itu hanya dalam satu tarikan nafas saja.
“FY!. LO KOK DIEM AJA!.” Ucap Via dengan suara yang lebih keras disertai tangannya yang menyengol lengan Ify.
“Buset. Abisnya lo ngomong gak ada jedanya gitu. Gue mikir, lo kapan
nafasnya?.” Tanya Ify konyol. Pantas saja, ada yang bilang ‘Via sama Ify
tuh sama-sama cakepnya , sama-sama cerewetnya, sama-sama untungnya,
tapi otaknya kayaknya udah geser deh’. Kalimat itu pernah Ify dengar
ketika ia menunggu Sivia yang sedang memanjat pohon mangga di pinggir
halaman sekolah saat sekolah masih sepi.
#*
“Via, pelan-pelan
coy!. Lo bikin gue jantungan.” Gerutu Ify. Matanya masih mengawasi Sivia
yang dengan lincahnya –walaupun memakai rok- mulai memanjat pohon
mangga. Rencana-nya tadi Ify dan Sivia akan memakan buah itu di taman
sebagai teman obrolan mereka.
‘‘Via sama Ify tuh sama-sama cakepnya ,
sama-sama cerewetnya, sama-sama untungnya, tapi otaknya kayaknya udah
geser deh’’ Kata seorang siswi yang berada di sekitar pohon itu sambil
menatap aneh kearah Ify dan Sivia.
“Bawel lo, fy. Do’a in aja gue
masih bisa makan ni buah tapi badan gue juga masih lengkap.” Balas Sivia
asal. Ia hanya mem-fokuskan diri untuk menggapai mangga dengan
jemarinya.
“Ya, udah deh gue bantu do’a aja.” Ujar Ify kemudian ia memulai acara berdo’anya.
‘Aduh, sohib gue tambah gak waras.’ Batin Via ketika ia menengok ke arah Ify yang sedang komat-kamit membaca do’a.
“Tangkap deh,fy. Lo mah Cuma mau enaknya doang, gak mau usaha.” Seloroh
Sivia sambil melempar buah mangga itu yang langsung ditangkap Ify
kemudian bergerak menuruni pohon mangga itu dengan hati-hati. Namun, apa
daya. Kebanyakan orang naik tangga bisa naiknya tapi gak bisa turunnya.
Sivia sedikit kesulitan. Saat tinggal sedikit lagi Sivia menapakkan
kakinya di tanah, tangannya tak dapat menggapai pegangan dan artinya
berakibat pada hilangnya keseimbangan tubuhnya. Ify memekik kencang
ketika Sivia jatuh tepat menimpa tubuhnya. Bukannya mengaduh kesakitan,
keduanya langsung tertawa keras menyadari kegilaan mereka hari ini.
Sahabat sejati. Bukan sahabat abal-abal. Bukan menjalin persahabatan
hanya untuk mencari perhatian pada seseorang yang dekat dengan sahabat
kita. Bukan sahabat yang menyalahkan kita saat orang yang dia sukai
malahan mencintai kita. Sahabat. Berbagi kebahagiaan tanpa peduli ‘apa
kata orang’. Bukankah persahabatan itu harus di bina dengan ketulusan
hati?. Dan, bisa dilihat apa hasilnya jika persahabatan kita seperti dua
remaja itu. Bahagia.
*#
“Ya elah, fy. Tinggal jawab aja ribet
amat.” Seloroh Sivia sambil mengeser posisi duduknya. Sivia lebih merasa
nyaman duduk di atas rumput daripada duduk di bangku besi itu.
“Tau-lah, vi. Asal lo tau aja, gue sama kak Rio dikerjain habis-habisan
sama keluarga kita. Ya masih mendinglah kalau Cuma disuruh nge-date atau
apalah sejenisnya, nah ini gue sama kak Rio dikunciin di rumah gue
sehari- dua malem. Siapa coba cewek yang betah berduaan sama makhluk
dari kutub es itu?. Parahnya lagi, gue bikin dia marah. Apa coba, Vi?.
Cuma ditanya ‘kalau bolos kemana’ aja pake ngata-ngatai gue cewe bodoh.
Kurang sabar apa lagi coba?.” Curhat Ify mengebu-gebu. Patut dicontoh,
saling terbuka. Buat apa kita memiliki sahabat jika kita tidak mau
berbagi cerita hidup kita ke sahabat kita itu?.
“Hah?. Lo Cuma
berdua di rumah lo sama cowok rese itu gitu?. Hebat banget lo betah
ngadepin dia.” Ucap Via. Sedikit tidak masuk akal memang. Laki-laki yang
berstatus tunangan dari sahabatnya itu, yang ia tau tidak pernah mau
untuk berlama-lama di dekat Ify. Tau lah apa alasannya. Gengsi
ketinggian.
“Ya ya ya.Nah, lo sendiri?. Kak Alvin gimana?.” Tanya Ify mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.
“Tau-lah, sipit itu keseringan sibuk. Apalah alasannya kalau di ajak
jalan. Ya, gue tau. Gak mungkinkan si sipit itu antar jemput gue tiap
hati, tapi udah beberapa hari ini dia gak pernah ngajakin gue buat
berangkat bareng lagi. Sebel tau gue, fy.” Curhat Sivia.
“Ya, salah
lo juga. Punya cowok beda sekolah, mana sekolahnya lumayan jauh lagi
dari sekolah kita, jadinya lo susah deh buat mantau dia. Cewek
sekolahnya Kak Alvin kan sexy-sexy, Vi. Lo gak takut Kak Alvin kegoda.”
Ify mancoba mengoda Sivia.
“Ih, lo kok jadi kompor gitu.” Sebal Sivia.
“Ya-kan siapa tau aja. Lo gak lupa kan, cowok itu kalau lihat yang
lebih bening dikit aja langsung klepek-klepek.” Kata Ify sambil
tersenyum.
“Awas aja si sipit kalau jadi buaya darat!.” Ucap Sivia tak mau kalah.
“Ih, buaya itu setia kali,fy. Kebanyakan orang salah ngartiin kalau
tukang selingkuh itu ‘Buaya Darat’. Apaan coba?. Orang buaya aja setia
sama pasangannya.” Protes Ify. Ia paling tidak menyukai jika ada orang
yang mengatakan bahwa tukang selingkuh itu buaya darat. Hewan buas itu
setia, sama seperti merpati.
“Gue peduli gitu?.Yang penting gue percaya sama dia. Ck, FINE!” Singkat Sivia mengabaikan penjelasan Ify tadi.
“Lo rese, sumpah. Semoga kak Alvin nyadar kalau dia khilaf milih lo.”
Ucap Ify asal tanpa memperhatikan raut muka Sivia yang sekarang merah
padam.
“Do’a lo,fy!.” Kesal Sivia sambil menatap Ify yang hanya tersenyum tanpa dosa.
BUKK!
“Aduh!.” Ify mengaduh kesakitan. Baru saja ada buku –cukup tebal-
mengenai kepalanya. Ify sekaligus Via mendongakkan kepala untuk melihat
si biang kerok itu. Matanya sukses membulat mengetahui bahwa buku yang
baru saja bersarang di kepalanya itu milik M-a-r-i-o.
“Mau sampai
kapan lo berdua di situ?. Bel udah dari tadi.” Ucap Rio seraya langsung
melangkah meninggalkan dua perempuan cerewet itu yang masih saja
menampakkan raut herannya. Yang menjadi pertanyaannya adalah, sejak
kapan Mario peduli pada Ify?. Bahkan, baru satu kali –yaitu saat ini-
bukan Ify yang menegur Rio tapi malahan Rio yang menegur Ify.
“Via,
kata Kak Rio tadi udah bel ya?.” Tanya Ify yang belum sepenuhnya
menyadari pertanyaan yang ia ucapkan. Tangannya bergerak mengambil buku
Rio yang beberapa saat lalu mengenai kepalanya dengan senyum mengembang.
“Hm, emang lo gak denger?.” Balas Sivia sepertinya –juga- belum sepenuhnya sadar dari keheranannya mengenai Rio.
“VIA!!. BELL?. GAWAT KITA BU DENTY!.” Teriak Ify setelah sepenuhnya
sadar lalu segera berlari menuju kelasnya diikuti Sivia yang barusaja
sadar setelah pekikan –cukup kencang- Ify tadi. Bu Denty, sosok pahlawan
itu selalu saja tidak bisa diajak berkompromi. Apabila sudah
menjatuhkan hukuman juga mutlak harus dilakukan tanpa ada bantahan atau
negoisasi. Ya, mending kalau cara mengajarnya mudah dimengerti, nah ini
walaupun Bu Denty mau sampai 24 jam nonstop menjelaskan kompetensi-nya,
tetap saja baik Ify, Sivia, maupun sebagian besar dari peserta didiknya
sangat sulit untuk menangkap apa yang dijelaskannya.
@fb : FikhaComgirl Rfm Chelgasfever, Hl : Alyssa Mario Story, Rify Story @
“Sadar, yo!. Lo barusan ngapain?.” Tanya Rio kepada dirinya sendiri
tidak berselang lama setelah ia bersikap ‘perhatian’ kepada Ify tadi.
Entahlah, ia merasa bahwa ia hanya mengikuti apa yang diperintah alam
sadarnya atau mungkin bisa juga alam bawah sadarnya. Ya, karena Rio
merasa bahwa ia seperti tidak menyadari apa yang baru saja ia lakukan.
Satu lagi yang membuatnya bertambah pusing. Pagi tadi. Saat ia akan
berangkat sekolah, ia merasa sangat menginginkan berangkat bersama Ify
setelah kejadian ‘pertengkaran’ –tak- masuk akal kemarin. Rio sepertinya
harus sesegera mungkin menyegarkan kembali pikirannya. Tanpa
memperdulikan pelajaran apa yang sedang berlangsung dikelasnya –karna ia
bahkan belum memasuki ruangan itu- , ia langsung melangkahkan kakinya
menuju gedung olahraga sekolahnya. Sedikit refresing mungkin akan
sedikit membantu. Dan satu-satunya hal yang bisa membuatnya –merasa
sedikit- tenang, ya hanya dengan bermain bersama si orange saja.
Entahlah, ia lebih memilih untuk bermain basket di gedung olahraga
sekolahnya. Padahal biasanya -saat suasana hatinya tengah memburuk- ia
pasti selalu memilih untuk menghabiskan waktu di tempat berkumpul
–bersama sahabatnya- saat membolos jam pelajaran.
@fb : FikhaComgirl Rfm Chelgasfever, Hl : Alyssa Mario Story, Rify Story @
Sudah semenjak beberapa menit yang lalu –tepatnya setelah bel
istirahat berbunyi- Ify berada di depan kelas Rio. Ia hanya ditemani
oleh seorang perempuan yang sekelas dengan Rio. Dea, kakak kelasnya. Dea
memang cukup dekat dengan Ify, walaupun ia tak sedekat Sivia. Dan
berbicara mengenai Sivia, gadis itu lebih memilih semangkuk bakso
daripada menemani Ify ke kelas Rio. Ya, keputusan yang tepat. Mana
mungkin –tanpa imbalan apapun- ia mau menemani Ify. Dan lagi, Sivia akan
langsung tersulut emosinya saat berhadapan langsung dengan Rio.
Laki-laki itu selalu mengucapkan kata-kata pedas yang ditujukan kepada
Ify, dan Sivia –sebagai sahabat yang baik- tidak akan terima bila hal
itu terjadi. Parahnya lagi, Ify selalu saja tidak mengeluarkan kata-kata
pembelaan apapun di saat seperti itu. Dea, bisa juga dikatakan sebagai
pawang-nya Ify. Semenjak Ify terbuka padanya –dalam hal hubungannya
dengan Rio- termasuk pertunangan mereka. Terkadang Dea juga tak habis
pikir dengan perilaku Rio kepada Ify. Dea sangat mengagumi Ify. Mana ada
yang sabar ngadepin tingkah Rio?. Jawabannya, Ify.
“Fy, kayaknya
Rio gak bakalan mau masuk kelas. Orang gue aja sama sekali belum lihat
batang hidungnya dia hari ini. Coba aja lo check mobilnya masih ada
diparkiran atau gak?. Kali aja dia bolos keluar lagi.” Ucap Dea setelah
ia bosan menunggu Rio. Kalau yang di tunggu pasti datang sih gak papa.
Nah ini, tanpa ada tanda-tanda ataupun kepastian kalau Rio akan datang.
Siapa yang mau menunggu untuk hal-hal yang belum tentu pasti seperti
itu?.
“Ify cari dulu ya, kak. Makasih mau nemenin Ify.” Ucap Ify
disertai senyumnya yang ia tujukan kepada Dea sebagai ucapan
terimakasih.
Tak lama ia pun melangkah meninggalkan Dea menuju
tempat parkir dibagian samping sekolahan. Saat tiba di parkiran, matanya
terus meneliti mobil-mobil yang berada di parkiran itu. Menelisik
satu-persatu memastikan bahwa ada mobil Rio di antara deretan mobil itu.
Dan yah, matanya melihat mobil Rio. Itu juga berarti, Rio ada di
lingkungan sekolah ini. Pertanyaannya adalah, jika mobil Rio masih rapi
di sana lalu kemanakah pemiliknya?. Tak mungkinkan, Ify mengelilingi
sekolahnya hanya untuk mencari Rio?. Dan jika itu terjadi, maka itu sama
saja seperti ia menyerahkan kakinya untuk segera diamputasi. Ify
menghela nafas lelah. Sampai kapan ia akan terus seperti ini?. Walaupun
kesabaran itu tak akan ada batasnya, tapi apakah ia mampu seperti ini.
Ify juga hanya manusia, jadi ia pasti akan merasakan juga bagaimana
rasanya dilema. Disatu sisi, Ify merasa lelah jika harus berpura-pura
terlihat seperti tidak terjadi apa-apa pada perasaannya saat Rio
mengacuhkannya. Dan disatu sisi, ia menyayangi Rio. Tak ingin munafik,
Ify sangat mengagumi ketampanan Rio. Entahlah, ia lebih menyukai pria
yang brengsek tapi juga bertanggung jawab. Di jaman seperti ini,
laki-laki brengsek dan laki-laki bertanggung jawab tidak bisa dibedakan.
Tapi intinya, Ify menyayangi Rio tapi Ify menyayangkan sikap Rio
terhadapnya. Dengan perlahan, Ify segera melangkah meninggalkan tempat
parkir. Bergegas untuk sesegera mungkin tiba di kelasnya lebih tepatnya
menemui Sivia.
TBC
Maaf ya kalau makin gak nyambung.
NO CoPaste!.
Oiya, aku mau fokus belajar buat UN untuk seminggu ini, jadi setelah
UN-nya kelar nanti aku post lagi. Dan intinya adalah, jangan sampai
bosan nunggu kelanjutannya ya..
Like+Coment kalian selalu ditunggu.
Harus bangga sama karyanya sendiri.
Makasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar