Rabu, 17 Mei 2017

Laporan Kunjungan Ke Museum Purbakala Sangiran



Laporan Kunjungan Wisata
Museum Manusia Purba Sangiran


Nama anggota kelompok :
1.      Fatchurrohman Aziz
2.      Yurinda Widi Khafifah
3.      Nada Safitri
4.      Luthfi Khairunisa



SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
          Bismillahirohmanirrohim,
Allhamdullilahirobbi’lalamin, Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang, taufiq, hidayah, serta inayah-nya kepada kita semua. Ucapan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan dan wisata sejarah ini tanpa ada halangan suatu apapun.
Maka pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi mendukung dan membimbing kami dalam penyusunan laporan kunjungan dan wisata sejarah ini,diantaranya adalah :
1.     Bapak Drs. Purwono, M.Pd, selaku Kepala SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG yang telah memberi izin serta bertanggung jawab terhadap kegiatan ini.
2.    Bapak Toni Endro Kisworo,S.Pd, selaku Guru Sejarah Indonesia yang telah  memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada kami demi kelancaran pembuaran laporan kunjungan dan wisata sejarah di museum sangiran ini.
3.    Bapak dan ibu guru pendamping dalam melaksanakan pengamatan objek untuk menyelesaikan laporan kunjungan museum ini.
4.    Biro wisata yang telah mengarahkan dan membimbing kami selama perjalanan dengan penuh kesabaran dan pengertian sehingga kegiatan wisata sejarah ini terselenggara dengan baik dan lancar.
5.    Teman-teman di SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG yang telah membantu melancarkan pembuatan karya wisata ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan Kunjungan dan wisata sejarah ini dapat  bermanfaat bagi kita semua dan para pembaca karya tulis ini kami memohon kritik dan sarannya demi kelancaran penulisan laporan karya wisata yang akan datang.
Temanggung, Oktober 2016
                                                                                      Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                                       1
Daftar Isi                                                                                                              2
Lembar Pengesahan                                                                                                3
BAB I  (Pendahuluan)                                                                                              4
Latar Belakang Masalah                                                                                            4
Tujuan Kunjungan                                                                                                     5
Tujuan Laporan                                                                                                        5
Manfaat Kunjungan                                                                                                   5
Lokasi Kunjungan                                                                                                      6
BAB II (Isi dan Materi)                                                                                        7
Lokasi penemuan manusia purba                                                                                7
Jenis-jenis manusia purba                                                                                        9
Perdebatan dari Pithecanthropus Erectus ke Homo Erectus                                      13
Asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia                                                                 14
Teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia                                                         17
Corak kehidupan masyarakat praaksara                                                                    19
Perkembangan Teknologi                                                                                          28
BAB III (Kesimpulan)                                                                                             33
Kesan dan Saran                                                                                                      34
         


LEMBAR PENGESAHAN
         
Laporan Kunjungan dan Wisata Sejarah di Museum Manusia Purba Sangiran bidang study Sejarah Indonesia ini telah diteliti untuk disahkan sebagai laporan hasil kegiatan di SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG, pada:


                             Hari             :
                             Tanggal        :



Disahkan oleh,
Wali Kelas                                                             Guru Sejarah Indonesia


Nur Laela, S.Pd                                                      Toni Endro Kisworo, S.Pd
NIP. 19700908 199702 2 003                               NIP.

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Museum manusia purba adalah salah satu tempat wisata di Jawa Tengah yang wajib dikunjungi karena museum sangiran merupakan museum yang memberikan informasi tentang manusia purba dan peradabannya, terlengkap di Indonesia. Museum Manusia Purba Sangiran sampai saat ini merupakan museum dengan koleksi fosil dan artefak terlengkap di Indonesia dengan jumlah koleksi mencapai puluhan ribu. Sangiran merupakan situs terpenting untuk berbagai ilmu pengetahuan terutama untuk penelitian dan juga pariwisata. Keberadaan situs sangiran sangat bermanfaat untuk mempelajari kehidupan manusia prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba hasil-hasil budaya, fosil fauna beserta gambaran stratigrafinya.
Beberapa fosil manusia purba disimpan di museum geologi, Bandung dan laboratorium Paleoantropologi, Yogjakarta. Dilihat dari hasil temuannya, situs sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses edukasi dan merupakan purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Penemuan-penemuan fosil di dunia banyak disumbang oleh Indonesia. Penemuan–penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil- fosil yang ditemukan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan fosil terbaru yang ditemukan seperti Homo Moernman. Dijelaskan pula tempat penemuan dan bentuk penemuannya agar isi laporan ini dapat dipercaya kebenarannya. Dan berdasarkan hal ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.     Bagaimana jenis dan ciri manusia purba pada zaman dahulu?
2.     Bagaimana persebaran manusia purba pada zaman dahulu?
3.     Bagaimana kehidupan hewan purba di masa lampau?
4.     Bagaimana lapisan tanah pada awal pembentukannya?
5.     Apa saja alat-alat yang digunakann pada masa lampau?
6.     Apa saja teori manusia purba menurut para peneliti atau sejarahwan?
B. TUJUAN KUNJUNGAN
1.     Untuk mengetahui jenis dan ciri manusia purba pada masa lampau.
2.    Untuk mengetahui persebaran manusia purba pada masa lampau.
3.    Untuk mengetahui kehidupan hewan purba di masa lampau.
4.    Untuk mengetahui lapisan tanah pada awal proses pembentukannya.
5.    Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada masa lampau.
6.    Untuk mengetahui dan memahami teori manusia purba menurut para peneliti dan sejarahwan.
C. TUJUAN LAPORAN
1.     Sebagai media pembelajaran.
2.    Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang manusia purba.
3.    Mempelajari dan memahami proses penulisan laporan kunjungan dan wisata sejarah dengan benar.
4.    Menjadikan referensi untuk melakukan kunjungan wisata di museum sangiran.
5.    Laporan kunjungan dan wisata sejarah ini dapat menjadi acuan bagi penelitian dan penulisan laporan kunjungan dan wisata sejarah untuk selanjutnya.
6.    Dapat membuka kepedulian masyarakat terhadap museum sejarah di Indonesia disertai dengan kehidupan pada masa lampau.
7.    Dapat membuka masyarakat tentang sejarah evolusi nenek moyang di Indonesia.
D. MANFAAT KUNJUNGAN
1.     Untuk mengetahui sejarah museum sangiran.
2.    Untuk mengetahui koleksi dari situs sangiran.
3.    Untuk mempelajari kehidupan manusia purba pada masa lampau.
4.    Untuk mengetahui dan mempelajari proses pembentukan lapisan bumi.
5.    Untuk mempelajari fosil beserta manfaatnya.



E. LOKASI KUNJUNGAN
Museum Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala Sangiran yang merupakan salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs Sangiran memiliki luas mencapai 56 km² meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo).





BAB II
PEMBAHASAN
Lokasi Penemuan Manusia Purba
A. Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Sragen, Jawa Tengah. Area ini memiliki luas 56 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.
Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan pada masa lampau.
Sangiran mencakup beberapa lapisan tanah/formasi tanah. Yang tertua adalah formasi "kalibeng" formasi ini diperkirakan berumur 3 juta - 1,8 juta tahun yang lalu. Pada formasi ini terdiri atas 4 lapisan yaitu lapisan bawah merupakan endapan laut dalam dengan ketebalan lapisan ini 107 meter. Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan chemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran.
 Semenjak penemuan von Koenigswald, situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah tahapan paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern. Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia saja, akan tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari dua juta tahun, menunjukan tentang hal itu. 
B. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Secara administratif, Trinil berada di Desa Kawu, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Trinil menjadi hunian manusia purba pada masa pleistosen tengah atau sekitar 1 juta tahun lalu. Penelitian manusia purba di Trinil pertama kali dilakukan oleh Eugene Dubois yang diawali dengan penggalian pada endapan aluvial Bengawan Solo dan berhasil menemukan tulang raham, gigi geraham, bagian atas tengkorak, dan tulang paha kiri. Eugene Dubois kemudian memberi nama penemuannya Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia berjalan tegak (Homo Erectus). Penemuan ini mendorong beberapa penemuan lain seperti Lenore Salenka yang melakukan penggalian dan penelitian di Desa Trinil pada tahun 1907-1908 dan berhasil menemukan fosil dan tumbuhan yang dapat menggambarkan lingkungan hidup Homo Erectus.    
C. Wajak
Wajak terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama Wajak mulai mengemuka pada tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil tengkorak yang kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging di Batavia yang kemudian diserahkan kepada Eugene Dubois. Dubois akhirnya tinggal selama 5 tahun di Tulungagung dan kembali menyisir tempat ditemukannya fosil tengkorak itu, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak dan menemukan sisa fosil reptil dan mamalia serta fosil tengkorak manusia yang disebut sebagai Homi Wajakensis.
D. Flores
Flores merupakan salah satu pulau gugusan di Kepulauan Nusa Tenggara. Penelitian di Flores ini diawali pada tahun  2003 oleh para ilmuwan Australia (dipimpin oleh Mike Morwood dari Unervesitas New England) dan Indonesia (dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional). Pada penggalian di Gua Liang Bua Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama Homo Floresiensis.
Jenis-Jenis Manusia Purba
Dari berbagai penelitian, ada beberapa jenis manusia purba di Indonesia. Jenis-jenis manusia purba tersebut dapat diketahui dari bentuk fisiknya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dapat dibedakan menjadi :
1.       Meganthropus
Megantropus merupakan jenis manusia purba paling tua. Fosil Meganthropus  ditemukan Von Koenigswald pada tahun 1941. Von Koenigswald menemukan fosil Meganthropuss di Desa Sangiran, lembah Sungai Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan Koenigswald berupa fragmen rahang bawah sebelah kanan (dengan kedua geraham muka dan geraham bawah), rahang atas sebelah kiri (dengan geraham kedua dan ketiga), dan gigi lepas. Fosil ini menyerupai manusia raksasa karena ukurannya sangat besar dan diperkirakan hidup pada satu hingga dua juta tahun lalu. Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Para ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang ditinggalkan. Berdasarkan fosil yang ditemukan, diperkirakan Meganthropus Palaeojavanicus memiliki ciri-ciri fisik :
1)    Tulang pipi tebal serta tidak memiliki dagu.
2)   Kening menonjol dan diduga bentuk muka masif.
3)   Kelapa bagian belakang sangat menonjol serta berbadan tegap.
4)   Memiliki bentuk gigi homonin dan otot-otot kunyah sangat kukuh.
5)   Rahang bawah sangat tegap dan geraham besar-besar.
6)   Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut.
2.       Pithecanthropus
Pithecanthropus (manusia kera) diperkirakan hidup pada masa pleistosen awal, tengah, dan akhir. Fosilnya termasuk yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Sisa-sisa kehidupan Pithecanthropus dapat ditemukan di Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok. Manusia jenis ini hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Pithecanthropus memiliki tubuh tegap dengan tinggi 165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat Meganthropus, dagu belum ada dan hidungnya lebar, serta volume otak berkisar 750-1.300 cc. Para ahli memperkirakan Pithecanthropus hidup 2,5 juta-200 ribu tahun yang lalu. Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia :
1)  Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Mojokertensis (manusia kera dari Mojokerta) merupakan jenis manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia dan hidup sekitar 2,5-1,25 juta tahun lalu. Fosilnya ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1936 pada lapisan pleistosen bawah. Fosil yang berhasil ditemukan berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan gigi lepas. Ciri-ciri Pithecanthropus dapat diidentifikasi :
a)    Tulang pipi kuat dan berbadan tegap.
b)   Muka menonjol ke depan dan tonjolan kecil tebal.
c)    Otot-otot tengkuk tubuh,
d)   Volume otak 650-1.000 cc.
2)  Pithecanthropus Erectus atau Homo Erectus
Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) memiliki daerah persebaran yang paling luas dan jumlah fragmen fosil yang ditemukan juga lebih banyak. Fosil manusia purba jenis ini pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois di Kedungbrubus, Trinil, dan Ngawi. Beberapa fragmen fosil yang ditemukan seperti atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, rahang atas, gigi lepas, dan tulang kering. Sebagian besar fosilnya ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo terdapat pada lapisan pleistosen tengah. Pithecanthropus atau Homo Erectus bermigrasi selama masa pleistosen (dua tahun yang lalu) dan terus menyebar ke seluruh dunia hingga mencapai Asia Tenggara. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Homo Erectus memiliki kemampuan intelegensia tinggi. Kesimpulan ini diperoleh dari kebiasaan mereka menggunakan  api dan menunjukkan bahwa Homo Erectus mungkin lebih cerdas dari perkiraan para ahli sebelumnya. Ciri-ciri Pithecanthropus menurut perkiraan para ahli :
a)    Badan tegap dengan tinggi 160-180 cm dan berat 80-90 kg.
b)   Muka didominasi oleh bagian rahang yang menonjol.
c)    Hidung lebar serta terdapat tonjolan kening pada dahi.
d)   Tulang tengkorak berbentuk lonjong dan volume otak 750-1.000 cc.
e)   Dagu tidak ada tetapi alat pengunyahnya kuat.
3.       Homo Sapiens
Homo Sapiens (manusia cerdas) terbentuk setelah terjadi proses evolusi selama ribuan tahun. Manusia jenis ini telah mampu membuat peralatan sederhana dari batu dan tulang yang digunakan untuk berburu dan mengolah makanan. Kehidupan Homo Sapiens masih sederhana dan masih mengembara. Atap tengkorak Homo Sapiens lebih bundar dan lebih tinggi serta sangat tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Homo Sapiens diperkirakan memiliki ciri-ciri fisik :
                             i.        Langit-langit mulut besar dan dalam.
                            ii.        Tengkorak besardengan volume otak diperkirakan 1.650 cc.
                          iii.        Dahi sedikit miring.
                           iv.        Muka datar dan lebar serta bagian mulut menonjol sedikit.
                            v.        Gigi besar-besar dan gigitan gigi seri atas tepat mengenai gigi bawah.
                           vi.        Di atas rongga mata terdapat busur kening yang nyata.
                         vii.        Rahang bawah masif dan hidung lebar.
                       viii.        Tinggi badan sekitar 173 cm.




Homo Sapiens dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1)  Manusia Wajak (Homo Wajakensis)
Homo Wajakensis ditemukan di lembah Sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur.Fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois pada pleistosen atas tahun 1889. Homo Wajakensis diperkirakan hidup 40-25 ribu tahun lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo Wajakensis termasuk ras Australoid dan bernenek moyang Homo Soloensis.Von Koenigswald mengkatagorikan Homo Wajakensis dalam jenis Homo Sapiens karena sudah mengenal upacara penguburan.
Jenis Homo Wajakensis kedua ditemukan oleh Eugene Dubois tahun 1890 di tempat yang sama dan menunjukkan ciri-ciri pada tengkorak yang besar dan busur kening yang nyata. Homo Wajakensis memiliki ciri-ciri yang hampir mendekati Austromelansoid dan Mongoloid. Diperkirakan Homo Wajakensis adalah subras Melayu Indonesia dan turut berevolusi menjadi ras Austromelanoid. Hal ini dapat dilihat dari ciri tengkoraknya yang sedang atau sedikit lonjong menjadi sedikit berbentuk persegi.
2)  Manusia Liang Bua (Homo Floresiensis)
Homo Floresiensis (manusia dari Flores) ditemukan oleh para ilmuwan Australia dan Indonesia pada tahun 2003 di Gua Liang Bua, Flores. Ukuran manusia purba jenis ini tidak lebih besar dari anak-anak usia 5 tahun dan diperkirakan hidup sekitar 18.000 tahun lalu (sezaman dengan gajah-gajah pigmi dan kadal-kadal raksasa).  Homo Floresiensis diperkirakan memiliki tinggi 100 cm dengan berat badan 30 kg, sudah berjalan tegak tetapi tidak memiliki dagu.
Tim ilmuwan menganggap Homo Floresiensis sebagai keturunan dari Homo Erectus yang hidup di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu.Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil (berdasar hipotesis peralatan Homo Erectus di sekitar fosil Hoo Floresiensis).
3)  Homo Soloensis
Homo Soloensis ditemukan oleh van Koenigswald tahun 1931-1934 di daerah Ngandong, di tepi Sungai Bengawan Solo. Selain itu, fosil Homo Soloensis juga ditemukan di Sambungmacan dan Ngawi. Homo Soloensis diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu. Homo Soloensis memiliki ciri fisik volume otak 1.000-2.000 cc, tinggi 130-210 cm, dan berat badan 30-150 kg. Otak Homo Soloensis sudah berkembang, bagian belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi, otot-otot bagian tengkuk sudah mengalami reduksi, alat pengunyah menyusut sehingga rahang menjadi lebih kecil. Selain itu, para ahli memperkirakan Homo Soloensis sudah bisa berjalan dan berdiri dengan sempurna.
Perdebatan Antara Pithecanthropus Erectus Ke Homo Erectus
Dalam publikasi ilmiah mengenai Pithecanthropus Erectus pada tahun 1894, Eugene Dubois menyatakan bahwa keberadaan Pithecanthropus Erectus membuktikan kebenaran teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Dubois menjelaskan bahwa Pithecanthropus Erectus merupakan hasil evolusi peralihan kera menjadi manusia dan hal ini menimbulkan perdebatan. Para ilmuwan mempertanyakan fosil Pithecanthropus Erectus yang memiliki ciri-ciri atap tengkorak dengan volume kecil, gigi berukuran besar, dan tulang paha berciri modern berasal dari satu individu. Sementara itu, para ahli yang meragukan menyatakan bahwa tengkorak berukuran kecil tersebut milik seekor gibon. Adapun fosil tulang paha tersebut merupakan fosil manusia modern.
Perdebatan mengenai Pithecanthropus Erectus berkembang di Eropa. Pada tahun 1895, Dubois mempresentasikan hasil penemuannya di Leiden, Belanda dan juga di British Zoology Society, London. Temuan Dubois baru digunakan kembali oleh Franz Weidenrich pada tahun 1922. Teori evolusi manusia purba semakin diminati oleh ilmuwan pada tahun 1920-an. Pada tahun 1927 ditemukan fosil di situs Zhoukoudian di dekat Beijing. Fosil ini diberi nama Sinanthropus Pekinensis. Fosil tengkorak beserta tulang paha Sinanthropus Pekinensis menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan Pithecanthropus Erectus.
Penemuan fosil Sinanthropus Pekinensis membuka babak baru perdebatan Pithecanthropus Erectus. Para ahli yang mendukung pandangan Dubois menyatakan bahwa Pithecanthropus Erectus merupakan tahapan evolusi manusia dengan tengkorak yang lebih kecil. Oleh karena itu, Pithecanthropus merupakan spesies yang termasuk dalam genus Homo. Dengan demikian, Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari Jawa, bagian dari Homo Erectus.


Asal-Usul Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
1.     Proses Migrasi Bangsa Melanesia, Proto Melayu, dan Deutro Melayu ke Indonesia
Nenek moyang bangsa Indonesia diperkirakan berasal dari wilayah Yunan yang terletak di Tiongkok bagian selatan melalui proses migrasi secara bergelombang. Bangsa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah bangsa Melanesia atau Papua Melanosoide dari rumpun Melanosoide atau Negroid. Selanjutnya adalah bangsa Melayu yang terjadi dalam dua tahap.
a.  Bangsa Melanesia atau Papua Melanosoide
Bangsa Melanesia  adalah bangsa pertama yang bermigrasi ke Kepulauan Indonesia yang berasal dari teluk Tonkin. Fakta tentang asal bangsa ini didasarkan pada pebble dan kapak pendek yang ditemukan di Pegunungan Bacson di daerah Hoabinh.
1)    Ciri Kehidupan
Bangsa Melanesia termasuk dalam rumpun Veddoid-Austroloid yang memiliki ciri kulit hitam. Kebudayaan Bangsa Melanesia digolongkan dalam budaya Mesolithikum yang menetap dalam kelompok-kelompok kecil dan hidup dengan sistem berburu dan meramu. Bangsa ini telah membawa beberapa teknologi baru seperti teknik pembuatan api dengan cara menggesek-gesekkan ranting pohon atau batu. Bangsa Melanesia sudah mengenal sistem perladangan walaupun masih bersifat seminomaden. Bangsa ini biasanya menempati wilayah yang menghasilkan banyak bahan makanan seperti tepi aliran sungai yang menjadi tempat pertemuan dua kelompok penduduk, yaitu penduduk asli dan penduduk Melanesia. Pertemuan ini mengakibatkan terjadinya benturan antara kebudayaan Paleolithikum dan Mesolithikum. Alat-alat sederhana seperti kapak genggam, alat-alat tulang, dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus serta kapak pendek. Pertemuan dan interaksi ini menimbulkan dampak :
·         Penduduk asli semakin terdesak.
·         Penduduk asli masuk dan bersembunyi di pedalaman untuk menyelamatkan diri.
·         Penduduk asli ditaklukkan, kemudian dijadikan budak.
2)   Daerah Persebaran
Sebagai bagian ras Negroid, Bangsa Melanesia memiliki ciri-ciri antara lain kulit kehitaman, badan kekar, rambut keriting, mulut lebar, dan hidung mancung. Keturunan bangsa ini saat ini masih dapat ditemukan di beberapa tempat seperti pedalaman Malaya, penduduk Aeta di pedalaman Filipina, serta orang-orang Papua dan kepulauan Melanesia.
b.  Bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu
Bangsa Melayu diperkirakan datang ke Indonesia sekitar tahun 2.000 sebelum Masehi dan membawa kebudayaan yang lebih tinggi daripada bangsa Melanesia. Bangsa Melayu terbagi menjadi dua kelompok yaitu Proto Melayu  (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu termasuk dalam rumpun ras Mongoloid yang berasal dari daerah Yunan yaitu sebuah wilayah di dekat lembah Sungai Yangtze, Tiongkok Selatan. Proses migrasi bangsa Proto Melayu ke wilayah Asia Selatan disebabkan oleh faktor :
1.     Peperangan antar suku.
2.    Desakan suku-suku liar yang datang dari Asia Tengah.
3.    Bencana alam berupa banjir akibat meluapnya Sungai Yangtze dan sungai lainnya di Tiongkok Selatan.
Koentjaraningrat memperkirakan bahwa bangsa Proto Melayu datang dari Kepelauan Ryukyu, Jepang dan menyebar ke Taiwan, Filipina, dan Sangihe kemudian masuk ke Sulawesi. Jalur penyebaran kedatangan Bangsa Proto Melayu menurut pendapat Koentjaraningrat :
1.     Jalur pertama menyebar dari Yuann menuju kawasan Indo-Cina, Siam, dan Kepulauan Indonesia kemudian menyebar ke Sulawesi dan Papua dengan membawa kebudayaam Neolithikum berupa kapak lonjong. Keturunan ini yang menempuh jalur pertama antara lain Suku Toraja.
2.    Jalur kedua menyebar ke Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan Neolithikum berupa beliung persegi. Keturunan ini yang menempuh jalur kedua antara lain suku Nias, Dayak, Sasak, dan Batak.

1)    Ciri Kehidupan
Ciri fisik bangsa Proto Melayu kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, serta bentuk mulut dan hidung sedang. Bangsa ini memiliki kebudayaan setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia yakni kebudayaan batu muda (Neolithikum). Benda-benda hasil kebudayaan masih terbuat dari batu dan telah dikerjakan dengan sangat baik. Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh bangsa ini melalui jalur barat sedangkan kebudayaan kapak lonjong melalui jalur timur.
2)   Daerah Persebaran
Kedudukan Bangsa Proto Melayu di Indonesia semakin lama terdesak  ke wilayah timur Indonesia akibat migrasi Bangsa Deutro Melayu. Suku bangsa yang termasuk keturunan bangsa Proto Melayu :
1.     Suku Toraja di Sulawesi Selatan.
2.    Suku Sasak di Pulau Lombok.
3.    Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
4.    Suku Nias di pantai barat Sumatera.
5.    Suku Batak di Sumatera Utara.
6.    Suku Kubu di Sumatera Selatan.
c.   Bangsa Melayu Muda atau Deutro Melayu
Bangsa Melayu muda diperkirakan datang ke Indonesia pada tahun 500 SM dan berasal dari wilayah Indo-Cina bagian utara. Bangsa ini merupakan hasil percampuran antara bangsa Proto Melayu dan Bangsa Arya serta telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan alat produksi.
1)    Ciri Kehidupan
Ciri fisik bangsa Deutro Melayu tinggi 135-180 cm, berat 30-75 kg, warna kulit kuning langsat dan cokelat hitam, warna rambut antara cokelat dan hitam, serta bentuk rambut antara lurus dan keriting. Proses migrasi bangsa ini dilakukan melewati jalur barat yaitu daerah di Semenanjung Malaka, Sumatera kemudian menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.Kemampuan dari bangsa ini yakni bisa membuat benda-benda logam seperti perunggu dan besi. Kebudayaan bangsa ini sering disebut kebudayaan Dongson yaitu nama daerah di sekitar Teluk Tonkin, Vietnam tempat ditemuakan banyak benda peninggalan dari logam. Hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia yakni kapak corong, nekara, dan bejana perunggu yang umumnya terbuat dari cetakan. Seorang ahli linguistik, J.H.C. Kern melakukan penelitian terhadap beberapa bahasa yang dibawa bangsa Deutro Melayu dan menyimpulkan bahwa bahasa yang dibawa bangsa ini masih serumpun dengan bahasa Austronesia.
2)   Daerah Persebaran
Migrasi bangsa Deutro Melayu di Indonesia menyebabkan bangsa melayu Tua yang sebelumnya hidup disekitar aliran sungai dan pantai terdesak ke pedalaman karena kebudayaan Bangsa Melayu muda lebih maju daripada bangsa Melayu Tua. Keturunan bangsa Deutro Melayu di Indonesia adalah suku Aceh, Minangkabau, Bali, Jawa, Bugis, dan Makassar. Hasil-hasil kebudayaan Megalithikum bangsa Deutro Melayu antara lain menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, dan punden berundak.
D.G.E. Hall menjelaskan peninggalan Deutro dan Proto Melayu dianggap sebagai peradaban Melayu Kuno yang telah memiliki ciri dan karakteristik sendiri, sebelum mereka dipengaruhi oleh kebudayaan India. D.G.E. Hall mencatat bahwa beberapa kominitas kedua bangsa ini hingga saat ini masih ada dan tersebar di berbagai kawasan di Indonesia terkhususnya di daerah-daerah pedalaman dengan tetap menjalankan kepercayaan animisme dan dinamisme.
Teori Asal-Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
a.  Teori Yunan
Teori Yunan mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Tiongkok Selatan. Menurut Mohammad Ali, bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan yang terdesak ke selatan karena masuknya suku-suku lain yang lebih kuat. Teori Yunan juga disetujui oleh R.H. Geldern dan J.H.C Kern.
Teori Yunan didasarkan pada hasil temuan teknologi dan persamaan bahasa. Berdasarkan kapak tua di Indonesia dapat disimpulkan bahwa bentuk kapak tersebut memiliki kesamaan dengan temuan kapak di wilayah Asia Tengah. Dari segi kebahasaan, bahasa Melayu yang berkembang di Indonesia memiliki kesamaan dengan bahasa Champa yang berkembang di Kamboja. Kedatangan manusia dari Yunan ke Kepilauan Indonesia ini melalui 3 gelombang yaitu perpindahan Negrito, Proto Melayu, dan Deutro Melayu.
b.  Teori Nusantara
Teori Nusantara mengemukakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Teori ini didukung oleh Muhammad Yamin, Gorys Keraf, J. Crawford. Dasar-Dasar teori ini adalah :
1)    Bangsa Melayu merupakan bangsa yang berperadapan tinggi.
2)   Berdasarkan perbandiingan kebahasaan bahasa Melayu mempunyai kesamaan dengan bahasa Champa.
3)   Orang Melayu bukan berasal dari luar tetapi merupakan keturunan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
4)   Adanya perbedaan bahasa antara bahasa Austronesia yang berkembang di Indonesia dengan bahasa Indo-Eropa yang berkembang di Asia Tengah.
c.   Teori Out of Africa
Teori Out of Africa menyatakan bahwa asal-usul manusia modern diberbagai wilayah dunia berasal dari Africa. Teori ini berdasarkan pada penelitian DNA. Menurut ahli genetika asal Amerika Serikat MAX INGMAN manusia modern berasal dari Africa antara kurun waktu 100-200 ribu tahun lalu. Penelitian Ingman juga menunjukkan tidak adanya gen manusia yang bercampur dengan spesies manusia purba.
Teori ini mempercayai bahwa manusia Africa melakukan persebaran sekitar 50.000-70.000 tahun silam dengan wilayah tujuan Asia Barat dengan elewati dua jalur. pertama jalur yang mengarah ke Sungai Nil kemudian melintasi Semenanjung Sinai dan ke utara melalui Arab. Jalur kedua, yakni jalur yang bermula dari Africa melalui Laut Merah. Pada saat persebaran terjadi bumi sedang memasuki masa glassial terakhir.
Persebaran manusia Africa ini memasuki beberapa wilayah Asia. Wilayah pertama yang disinggahi adalah Timur Tengah, sedangkan kelompok lain melanjutkan perjalanan menuju ke India, Asia Timur, Indonesia, dan Barat Daya Australia. Adanya manusia ini yang bermigrasi hingga Australia ini dibuktikan dengan penemuan fosil laki-laki Lake Mungo dalam jejak genetika.
d.  Teori Out of Taiwan
Teori Out of Taiwan mempercayai bahwa manusia Indonesia berasal dari Taiwan. Teori ini didukung oleh Harry Truman Simanjutak. Keseluruhan bahasa yang digunakan oleh suku-suku di Indonesia memiliki rumpun yang sama yaitu rumpun Autronesia. Dengan kata lain, akardari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan oleh leluhur yang menetap di kepulauan Indonesia berasal dari rumpun Austronesia di Pulau Formosa atau Taiwan.
Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara
1.  Pola Hunian
a.  Nomaden
Nomaden dapat berarti berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang merupakan sebutan untuk bangsa pengembara (komunitas yang hidup tidak menetap di suatu tempat atau bergantung dengan alam). Manusia purba yang hidup secara nomaden memiliki kemampuan berburu dengan menggunakan peralatan sederhan aseperti tombak dan jerat dan berusaha menggiring binatang ke lubang sehingga mudah di tangkap. Jika persediaan makanan habis, mereka akan pindah ke tempat lain yang masih menyediakan bahan makanan. Pada masa praaksara manusia purba hidup dalam kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota sekitar 10-15 orang untuk melakukan perburuan secara bersama-sama.
Pada saat berburu, mereka menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi walaupun masih dalam bentuk bahasa sederhana. Manusia purba memiliki kemampuan menggunakan alat-alat perburuan yang berasal dari batu, tulang, duri, dan tanduk. Selain itu, manusia purba menggunakan kapak genggam yang terbuat dari batu kalsedon berwarna cokelat yang bentuknya menyerupai kura-kura.
Manusia purba yang hidup secara nomaden tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, tepi sungai, gunung, gua (cavemen), dan lembah. Kehidupan di dalam Gua pada masa itu dibuktikan dari penemuan lukisan pada dinding gua yang menggambarkan kehidupan sosial, ekonomi, dan kepercayaan.
Lukisan cap tangan dengan latar belakang cat merah mengandung arti lambang kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat. Adapun lukisan babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya menunjukkan aktivitas perburuan masyarakat pada periode tersebut. Lukisan dinding gua ditemukan di Sulawesi Selatan, Kalimantan, Papua, Kepulauan Kei, dan Pulau Seram.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui mengenai ciri-ciri kehidupan masyarakat nomaden :
Ø  Selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Ø  Sangat tergantung pada alam.
Ø  Hidup dari hasil mengumpulkan makanan dan berburu.
Ø  Peralatan masih sangat sederhana dan terbuat dari kayu atau batu.
b.  Seminomaden
Kehidupan seminomaden adalah pola kehidupan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi disertai dengan kehidupan menetap sementara karena mulai mengenal cara mengolah makanan. Kehidupan seminomaden dimulai pada akhir masa berburu dan meramu hingga bercocok tanam. Pola hunian seminomaden memiliki dua karakter khas, yaitu kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka. Contoh situs-situs purba di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Pada pola seminomaden manusia masih mengantungkan hidupnya pada alam. Secara lebih rinci pola kehidupan seminomaden, manusia purba memiliki ciri-ciri :
1)    Hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, masih tergantung pada alam, tetapi mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan.
2)   Memiliki tempat tinggal sementara.
3)   Selain mengumpulkan bahan makanan dan berburu manusia purba mulai menanam berbagai jenis tanaman.
4)   Sebelum meninggalkan suatu tempat, manusia purba lebih dahulu menanam tanaman pangan dan akan kembali ke tempat itu ketika musim panen tiba.
5)   Peralatan hidup sudah lebih baik dibandingkan peralatan hidup masyarakat nomaden.
6)   Selain terbuat dari batu dan kayu, peralatan yang digunakan terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
c.   Menetap
Menurut Soekmono, kehidupan menetap terjadi akibat perubahan pola hidup dari mengumpulkan makanan menjadi memproduksi makanan. Mereka tinggal disekitar huma, bercocok tanam, dan memelihara jenis-jenis hewan tertentu. Dalam pola hunian menetap, jumlah anggota kelompok semakin besar sehingga manusia membuat kelompok-kelompok perkampungan. Mereka mulai membuat peraturan untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat. Memilih seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya, hidup bergotong royong, saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan, yakni :
a)    Setiap keluarga dapat membangun tempat tinggal yang lebih baik untuk waktu lebih lama.
b)   Setiap orang tidak harus membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain.
c)    Para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak akan merepotkan.
d)   Manusia dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih baik.
e)   Manusia dapat memelihara ternak untuk pemenuhan kebutuhan.
f)    Manusia memiliki banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat.
g)   Manusia mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok tanam.
h)   Manusia mulai mengenal sistem kepercayaan.
Masyarakat pada masa praaksara cenderung memilih hidup menetap di dasar lembah atau sekitar sungai daripada di daerah pegunungan karena memiliki struktur tanah lebih subur dan sangat menguntungkanbagi kepentingan bercocok tanam, memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia.
2.  Perkembangan Kehidupan Masa Praaksara
a.    Kehidupan Manusia pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada masa ini manusia menghabiskan sekitar 90% waktu hidupnya dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Jenis makanan yang mereka buru adalah binatang bertulang belakang seperti rusa, babi, dan kerbau liar. Manusia juga mengumpulkan buah, umbi, dan menangkap ikan.
1)    Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan manusia purba sudah hidup secara berkelompok sekitar 10-15 orang. Ikatan kelompok pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sangat penting untuk mendukung kegiatan bersama. Selain itu manusia lebih mudah dalam mendapatkan makanan. Contoh peninggalan masa ini adalah :
·         Kapak perimbas, memiliki permukaan meruncing pada salah satu sisinya dan kulit batu masih melekat pada bagian pangkal.
·         Kapak genggam, berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak tetapi belum bertangkai dan digunakan dengan cara digenggam untuk mengorek umbi, memotong, dan menguliti daging. Alat ini ditemukan di Pacitan, sepanjang pegunungan sewu, dan pantai selatan, Jawa Timur.
·         Kapak penetak, memiliki bentuk mirip dengan kapak perimbas tetapi ukurannya lebih besar dan berfungsi untuk membelah kayu, pohon, dan bambu.
·         Alat-alat serpih atau flakes merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam dan digunakan sebagai pisau (memotong daging dan mengupas umbi-umbian), hurdi (membuat lubang pada kulit), dan tombak (menusuk binatang buruan).
2)   Kehidupan Ekonomi
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan erat hubungannya dengan aktivitas berburu binatang dan mengumpulkan umbi-umbian beserta dedaunan untuk dikonsumsi. Manusia hidup dalam kelompok kecil, sering berpindah, dan tinggal di gua-gua karang sekitar sungai, danau, atau pantai dan akan berpindah ketempat lain.
b.    Kehidupan Manusia pada Masa Bercocok Tanam dan Berternak
Pada masa bercocok tanam dan beternak manusia sudah menetap disuatu daerah dan mulai hidup dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tumbuhan yang semula tumbuh liar. Selain itu, mereka mulai menjinakkan hewan-hewan liar untuk diternakkan.
1)    Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa ini, manusia sudah memiliki tempat tinggal yang menetap seperti pinggiran sungai, danau, dan pantai. Para ahli memperkirakan bahwa pada masa ini kelompok manusia purba sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Austronesia. Pada perkembangan selanjutnya, manusia mulai membentuk sistem masyarakat yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih dengan sistem primusinterpares yaitu orang yang utama atau paling berpengaruh diantara yang lain.
Beberapa perlengkapan yang dihasilkan pada masa bercocok tanam dan berternak adalah :
·         Beliung persegi, wujudnya menyerupai kapak berbentuk persegi dengan bagian yang tajam diasah miring dan digunakan sebagai kapak untuk memotong kayu dan cangkul untuk mengolah tanah. Alat ini ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
·         Mata panah digunakan untuk keperluan berburu dan menangkap ikan yang terbuat dari tulang dan berbentuk bergerigi. Mata panah ditemukan di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
·         Kapak lonjong, memiliki penampang berbentuk lonjong, bagian yang tajam diasah dari dua sisi dan diberi tangkai. Alat ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, Sulawesi Utara, dan Flores.
·         Gurdi dan pisau, digunakan untuk memotong dan melubangi kayu atau kulit. Alat ini ditemukan di daerah Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung, Danau Leuwiliang, Bogor (Jawa Barat), dan Danau Flores Barat (Nusa Tenggara Barat).
·         Perhiasan, terbuat dari batu kalsedon yang dibentuk gelang, kalung, dan anting-anting. Benda ini ditemukan di Tasikmalaya, Cirebon, dan Bandung.
·         Gerabah, dibuat dari campuran tanah liat dan pasir. Gerabah ditemukan di Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
2)   Kehidupan Ekonomi
Masa praaksara telah mengenal sistem pertanian secara sederhana, yakni berhuma atau ladang berpindah. Bila ladang yang ditanami mulai berkurang kesuburannya mereka akan meninggalkannya dan mulai membuka ladang baru di tempat lain. Alat-alat yang digunakan masih terbuat dari batu, tulang binatang, tanduk, dan kayu. Selain bercocok tanam, manusia pada masa ini memelihara hewan ternak seperti kuda, anjing, kerbau, sapi, kambing, dan babi.
Kehidupan bercocok tanam dan beternak disebut food producing atau menghasilkan makanan dan sudah mengenal kegiatan perdagangan dengan sistem barter. Dalam perkembangannya, aktivitas barter ini mendorong terbentuknya kelompok pedagang dan pasar tradisional.
c.    Kehidupan Manusia pada Masa Perundagian
Kegiatan perdagangan yang dikembangkan masyarakat pada masa praaksara mampu memberikan kesempatan bagi manusia untuk berinteraksi dengan orang lain di luar kelompoknya. Perkembangan teknologi tersebut pada akhrinya memunculkan golongan undagi. Golongan undagi terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti membuat bangunan rumah, peleburan bahan logam, membuat gerabah dari tanah liat dan perhiasan.
1)    Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa perundagian masyarakat pada masa praaksara mulai mengembangkan sistem pemerintahan sederhana. Sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Budha kelompok masyarakat tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku terpandang yang bergelar datu atau datuk. Dalam kehidupan sehari-hari kepala suku bertindak seperti seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak terhadap beberapa desa yang berada di wilayah kekuasaannya.
Masyarakat pada masa perundagian juga sudah mengenal sistem pembagian kerja berdasarkan kemampuan tiap-tiap individu. Barang-barang yang dihasilkan pada masa perundagian adalah sebagai berikut :
a)    Nekara Perunggu, yaitu genderang perunggu dengan membran satu yang berfungsi sebagai sarana upacara (upacara pemanggilan roh leluhur dan memanggil hujan) dapat ditemukan di Bali, Banten, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
b)   Moko, yaitu nekara tipe pejeng dengan bentuk dasar lonjong dan berfungsi sebagai perlengkapan upacara dan tari-tarian. Moko banyak ditemukan di Pulau Alor.
c)    Kapak corong, digunakan untuk memotong kayu dan ditemukan di Jawa, Bali, dan Sumatera Selatan.
d)   Kapak perunggu, bentuknya beraneka ragam dan berfungsi sebagai alat upacara dan perkakas untuk bekerja. Alat ini banyak ditemukan di Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku, Flores, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.
e)   Arca perunggu, menggambarkan manusia dan binatang. Ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang, Bogor, dan Lumajang.
f)    Bejana perunggu, berbentuk seperti kepis dengan pola hias berpilin ganda di sisi luar. Alat ini ditemukan di Sampang (Madura) dan Kerinci (Jambi).
g)   Perhiasan dan manik-manik, ditemukan di daerah Bogor, Malang, dan Bali.
h)    Senjata, berupa tombak, pisau, dan belati. Beberapa ujung tombak ditemukan di Jawa dan pisau ditemukan di Flores.
2)   Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat pada masa perundagian terdiri atas pertanian (yang berbasis sawah), peternakan, pertukangan, dan perdagangan dengan masih menggunakan metode barter.  Manusia pada masa praaksara telah memiliki kebudayaan meskipun dalam tingkat sederhana karena manusia dibekali akal budi aleh Tuhan untuk berfikir dan terus mengembangkan kebudayaan dengan memanfaatkan alam.  Kebudayaan tersebut dapat membantu manusia dalam kehidupan.
3.  Sistem Kepercayaan
a.  Jenis-Jenis Kepercayaan
1)    Animisme
Manusia percaya bahwa roh nenek moyang akan selalu mengawasi dan melindungi kehidupan mereka serta orang yang mengetahui dan menguasai adat nenek moyang akan menjadi ketua adat dan akan memimpin jalannya upacara pemujaan.
2)   Dinamisme
Kepercayaan bahwa benda-benda tertentu mempunyai kekuatan gaib bahkan benda-benda yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Benda-benda tersebut dipercaya dapat mendatangkan pengaruh baik dan buruk bagi manusia dan karena itulah benda-benda itu diperlakukan secara istimewa.
3)   Totenisme
Kepercayaan terhadap binatang-binatang tertentu sebagai lambang nenek moyang. Sebagian masyarakat purba di Papua dan Pulau Seram menganggap kadal adalah binatang perwujudan nenek moyang dan karena itulah binatang tersebut tidak boleh diburu kecuali untuk kepentingan upacara tertentu.
b.  Cara Penguburan
1)    Penguburan Primer (Langsung)
Dalam sistem penguburan ini, mayat hanya dikubur sekali dalam tanah. Posisi mayat dalam penguburan ini dibuat membujur atau meringkuk dan dibaringkan menghadap ke tempat yang menjadi kediaman roh leluhur seperti gunung dan bukit. Sistem penguburan ini ditemukan di Anyer (Banten) dan Plawangan, Rembang (Jawa Tengah).
2)   Penguburan Sekunder (Tidak Langsung)
Dalam sistem penguburan ini, mayat dikubur langsung dalam tanah tanpa upacara penguburan. Setelah mayat menjadi kerangka, kuburnya digali dan kerangka diambil untuk dibersihkan. Kerangka selanjutnya diletakkan dalam wadah tempayan atau sarkofagus dan dikubur kembali melalui upacara penguburan. Cara penguburan seperti ini ditemukan di Melolo, Sumba (Nusa Tenggara Timur), Gilimanuk (Bali), dan Lesung Batu (Sumatera Barat).
c.   Tingkat Perkembangan Kepercayaan
1)    Pemujaan terhadap jiwa atau roh yang telah meninggal. Keberadaan kepercayaan ini dapat dilihat dari adanya lukisan perahu pada dinding gua. Perahu merupakan lambang kendaraan roh untuk menuju ke alam lain.
2)   Keyakinan terhadap adanya berbagai roh yang menempati alam sekitar tempat tinggalnya. Kepercayaan ini disebut sebagai animisme. Pada masa ini manusia sudah mengembangkan kebudayaan megalithikum yang ditandai dengan :
a)    Menhir
Berupa tugu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang. Menhir ditemukan di Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Pasemah (Sumatera Selatan).
b)   Punden Berundak
Terbuat dari batu yang bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden berundak bisa ditemukan di Libak Sibedug (Banten Selatan) dan puncak Gunung Argapura di Jawa Timur.
c)    Dolmen
Berbentuk menyerupai meja dari batu dan berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Dolmen bsa ditemukan di Cipari, Kuningan, Bondowoso, Jember, Pasemah, dan Nusa Tenggara Timur.
d)   Arca Batu
Berbentuk binatang (gajah, kerbau, harimau, dan monyet) atau manusia. Arca ditemukan di daerah Pasemah (Sematera Selatan), Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
e)   Kubur Batu
Dibuat dari papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya dari papan batu. Kubur batu ditemukan di daerah Wonosari, Kuningan, Cipari, Cirebon (Jawa Barat), dan Cepu (Jawa Tengah).
f)    Sarkofagus
Berupa peti mayat yang terbuat dari batu menyerupai lesung dari batu yang diberi tutup. Sarkofagus ditemukan di Samosir, Sumatera Utara.
Perkembangan Teknologi
1.     Penemuan Teknologi Batu dan Tulang
Teknologi merupakan keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sejak zaman praaksara manusia purba sudah mengembangkan teknologi peralatan batu, logam, gerabah, dan penggunaan api yang digunakan sebagai memasak, menghangatkan badan, alat penerangan, dan mengusir binatang buas.
Dalam tingkat sederhana manusia purba telah mengenal peralatan batu dan tulang yang telah berkembang sejak zaman paleolitikum 600.000 tahun lalu dengan bentuknya yang kasar.Dalam perkembangannya, alat-alat batu yang dibuat oleh manusia purba terus berevolusi menjadi bentuk yang lebih halus dan memiliki fungsi yang beragam.
a.    Kebudayaan Pacitan
Peninggalan alat-alat batu dari kebudayaan Pacitan pertama kali diteliti oleh von Koenigswald pada tahun 1935 yang menemukan banyak peninggalan budaya berupa kapak perimbas (chooper). Alat tersebut berbentuk kapak dan terbuat dari batu yang sangat kasar dan diperkirakan berasal dari lapisan pleistosen tengah (LapisanTrinil). Pendukung Kebudayaan Pacitan adalah Homo erectus. Kapak perimbas memiliki cirri berbentuk besar, masif, kasar, dan kulit batunya masih melekat pada permukaan alat. Tempat penemuan tradisi kapak perimbas yaitu Pacitan (JawaTimur), Lahat (Sumatra Selatan), Awangbangkal (Kalimantan Selatan), Sukabumi (Jawa Barat), danGombong (Jawa Tengah).
b.    Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong, JawaTimur dan peralatan yang ditemukan yang ditemukan terbuat dari tulang, tanduk, dan duri ikan atau biasa disebut kebudayaan tulang. Alat-alat tulang dari kebudayaan ini ditemukan oleh von Koenigswald tahun 1941 contohnya alat penusuk seperti belati yang terbuatdari tulang dan tanduk rusa di Gua Sampung yang berfungsi untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu juga ditemukan alat seperti ujung tombak dengan gigi-gigi pada sisinya yang berfungsi untuk menangkapikan. Alat-alat dari kebudayaan Ngandong berasal dari lapisan pleistosen atas dan manusia pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis.
2.    Pembuatan Tempat Tinggal di Pantai dan Gua
a.    Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokkenberarti dapur dan modding yang berarti sampah. Kjokkenmoddinger merupakan timbunan atau tumpukan fosil kulit kerang dan siput yang menggunung. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatra dari daerah Langsa (Aceh) hingga Medan (Sumatra Utara). Penelitian yang dilakukanoleh Dr. van Stein Callenfels pada tahun 1925  menemukan sejumlah kapak genggam di sepanjang pantai timur pulau Sumatra yang terbuat dari batu kali yang dipecah. Bagian luar biasanya memiliki bagian permukaan yang halus sedangkan sisi bagiandalam dibentuk sesuai keperluan.
b.    Abris Sous Roche
Abris Sous Roche adalah gua yang menyerupai ceruk pada batu karang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba karena berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Abris Sous Roche pertama kali ditemukan oleh Dr. van Stein Callenfels (1928-1931) di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, jawaTimur.  Peralatan yang ditemukan sebagian besar terbuat dari tanduk rusa sehingga disebut Sampung Bone Culture.Selain itu, Alfred Buhler menemukan flakes dan ujung mata panah terbuat dari batu di sebuah gua di Toala, Sulawesi Selatan, Rote, dan Timor.
3.    Mengenal Api
Api diperkirakan ditemukan pada 400.000 tahun lalu. Beberapa peneliti memperkirakan penemuan api terjadi pada periode manusia purba jenis Homo erectus yaitu ketika mereka tidak sengaja menemukan api saat petir menyambar pohon-pohon di sekitar lingkungan koloni mereka. Pada masa bercocok tanam manusia menggunakan api untuk membuka lahan supaya menjadi bersih dan mudah ditanami atau disebut system lading berpindah yang sekarang masih dilakukan penduduk Indonesia yang tinggal di daerah Kalimantan dan Sumatra. Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan batu api danmenggosokan kayu. Akan tetapi, pada masa praaksara pengetahuan manusia purba masih terbatas dan batu api juga masih sulit diperoleh sehingga manusia purba cenderung dengan cara menggosokkan kayu.
4.    Revolusi Hasil Kebudayaan
Kebudayaan masa praaksara berkembang pesat pada zaman neolitikum yaitu terjadinya pola hidup manusia. Bentuk revolusi kebudayaan yang terjadi pada masa praaksara :
a.    Kebudayaan Kapak Persegi
Kapak persegi merupakan batu yang garis irisannya melintang sebuah bidang segi panjang atau trapesium yang terbuat dari batu api dan batu kalsedon. Kapak persegi pertama kali ditemukan oleh Robert von Heine Geldern yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu beliung (berukuran besar) dan tarah (ukutankecil). Daerah penemuan kapak persegi antara lain Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan tempat pembuatan kapak persegi adalah Lahat, Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Gunung Ijen.
b.    Kebudayaan Kapak Lonjong
Penemuan kapak lonjong sebagian besar di Papua sehingga disebut neolitikum Papua, Seram,  Sorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak (Kalimantan). Kapak lonjong berbentuk lonjong dan bulat telur. Ada 2 macam kapak lonjong yaitu walzeinbeil (bentuknyabesar) ditemukan di Papua dan kapak kleinbeil ditemukan di Kepualauan Tanimbar dan Seram.
c.    Peralatan Logam
Sejak zaman perundagian manusia sudah membuat perunggu dari peralatan logam. Perunggu adalah logam campuran antara timah dan tembaga dan merupakan logam yang kuat sehingga digunakan untuk berbagai peralatan upacara, perkakas rumah tangga, dan senjata. Kebudayaan perunggu berkembang di Tiongkok sejak tahun 2700 SM dan menyebar ke Indonesia akibat pengaruh kebudayaan Dongson dari Indo-Cina pada tahun 500 SM. Peninggalan zaman perunggu di Indonesia antara lain kapak corong, nekara, bejana perunggu, dan arca perunggu.
Berkaitan dengan teknologi pengolahan logam, bangsa Indonesia mengenal 2 teknik pengolahanya itu teknik a cire perdue atau disebut teknik cetak lilin karena model dari tanah liat yang akan dicetak dilapisi lilin dan digunakan untuk membuat benda-benda perunggu yang memiliki bentuk dan hiasan rumit seperti arca dan patung perunggu. Teknik a cire perdue dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
·         Membuat model dari lilin sesuai bentuk yang dikehendaki
·         Model tersebut ditutup (dilapisi dengan tanah) kemudian diberi logam bagian atas dan bawahnya.
·         Model dari lilin yang dilapisi tanah tersebut dibakar.
·         Akibat pembakaran lilin mencair dan keluar melalui lubang hingga membentuk rongga.
·         Memasukkan cairan perunggu ke rongga tersebut hingga penuh.
·         Setelah dingin lapisan tanah liat tersebut dipecah.
Selain itu, ada juga teknik bivalve atau teknik stangkup karena menggunakan 2 keping cetakan yang terbuat dari batu dan biasa digunakan untuk mencetak benda sederhana dan tidak memiliki bagian-bagian menonjol seperti kapak corong dan kapak perunggu. Teknik bivalve dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
·         Membuat cetakan setangkup dari kayu atau batu yang bisa dibuka dan ditutup,
·         Memasukkan cairan perunggu dalam cetakan,
·         Setelah dingin, cetakan dibuka.
d.    Gerabah
Gerabah dibuat dari campuran tanah liat dan pasir dengan menggunakan teknik tangan. Gerabah yang dibuat pada masa Neolithikum berbentuk tebal dan kasar seperti periuk, cawan, dan piring. Pembuatan gerabah mengalami perkembangan pesat seiring ditemukannya teknik tatap batu (dengan menggunakan sebilah papan kecil bergagang untuk meratakan permukaan luar gerabah) dan sebuah batu bulat untuk menekan bagian dalam gerabah.
Dalam pembuatan gerabah menggunakan roda pemutar untuk menghasilkan permukaan yang halus dan tipis. Gerabah peninggalan masa perundagian ditemukan di Gilimanuk (Bali), Kalumpang (Sulawesi Selatan), Tanggerang, Kadenglembu (Jawa Timur), dan Kelapa Dua (Jakarta).
5.    Konsep Ruang pada Hunian
Menurut Spiro Kostof, arsitektur praaksara dimulai sejak masyarakat mampu mengolah lingkungan sekitar dengan membuat tanda-tanda tertentu untuk membedakan wilayah tempat tinggal dan wilayah lain. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat mengenal sistem berburu dan pertanian berpindah hingga pola pemukiman menetap. Arsitektur tempat tinggal masyarakat pada masa praaksara terlihat dengan adanya gambar-gambar pada dinding gua yang mencerminkan kehidupan sehari-hari serta kehidupan spiritual contohnya gambar cap tanga dan lukisan gua yang ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan.



BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Museum merupakan suatu tempat sejarah sebagai wadah kegiatan pendidikan sekaligus hiburan. Dengan demikian museum diharapkan mampu menyajikan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana yang menyenangkan. Peran museum sebagai mitra pendidik dapat merujuk pada Empat Tiang Pendidikan Abad ke-21 yang merupakan hasil rumusan Komisi Internasional untuk tahu (learn to know), belajar untuk melakukan (learn to do), belajar untuk menjadi (learn to be) dan belajar untuk hidup bersama (learn to live together).
Untuk menjadikan museum sebagai mitra pendidik dengan keempat pilar tersebut memang bukan hal yang mudah. Namun, paling tidak museum-museum di Indonesia hendaknya mulai sadar bahwa mereka mempunyai potensi yang cukup besar untuk diarahkan menjadi wahana pembelajaran yang mendukung empat pilar pendidikan tersebut. Dengan demikian, dunia permuseum di Indonesia akan mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan bangsa dan Negara di era global saat ini.
Sebagai lembaga pelestarian benda-benda budaya, koleksi museum dapat dijadikan sebagai sumber pendidikan. Salah satunya adalah sumber pendidikan hubungan antarbangsa khususnya kita dapat mengetahui hubungan antarbangsa pada masa lampau melalui koleksi-koleksi museum. Koleksi museum dapat diketahui bagaimana hubungan antarbangsa pada masa lampau berlangsung.Salah satu media pembelajarannya dapat diperoleh dengan mengamati dan menelaah koleksi museum.
Manusia purba adalah salah satu manusia yang menurut para ahli merupakan asal-usul manusia dari kera yang berevolusi menjadi manusia. Teori ini dapat dipercaya atau bisa juga disangkal. Alasan yang kuat untuk menyangkal bahwa manusia bukan berasal dari kera adalah :
1.     Para ilmuwan telah menemukan fosil manusia yang hidup dahulu kala. Fosil-fosil manusia ini tidak menunjukkan perbedaan dengan manusia masa kini. Bahkan, fosil-fosil ini hidup zaman yang dinyatakan para evolusionis belum terbentuk manusia. Jika mengikuti klaim mereka sehrusnya hanya ada kera nenek moyang manusia kala itu.
2.    Para ilmuwan telah menemukan bekas-bekas sebuah gubuk batu. Ketika mereka menghitung waktunya, mereka mencapai kesimpulan bahwa gubuk itu setidaknya berumur 1,5 juta tahun. Artinya manusia yang hidup 1,5 juta tahun yang lalu adalah manusia beradab. Mereka adalah manusia biasa sebagaimana manusia masa kini. Bukti ini membuat pernyataan para evolusionis, seperti bahwa manusia berevolusi dari kera, pertama ada manusia primitif (separo manusia, separo kera), dan kemudian berevolusi menjadi manusia masa kini, keliru sama sekali
3.    Salah satu fosil tertua yang ditemukan hingga saat ini adalah fosil Anak Toscana, yang berumur sekitar 1,6 juta tahun. Ketika fosil ini diuji dengan saksama, ditemukan bahwa fosil ini adalah milik anak 12 tahun, yang jika dewasa akan setinggi 1,8 m. Fosil ini saja, dengan kemiripan yang tepat dengan kerangka manusia hari ini, sudah cukup untuk menggugurkan kepercayaan bahwa manusia berasal dari kera.
4.    Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang dapat berjalan tegak dengan dua kakinya. Binatang seperti rusa, anjing, dan kera berkaki empat, dan binatang seperti ular, buaya dan kadal adalah reptil. Sebagaimana dinyatakan oleh teori evolusi, jutaan tahun yang lalu kera berkaki empat mengubah cara berjalan mereka menjadi posisi membungkuk. Kera terus berjalan membungkuk sampai, suatu hari, cara berjalan mereka menjadi sepenuhnya tegak. Dan sebagai hasilnya, bentuk manusia tercapai.











B.  KESAN DAN SARAN

Dapat mengetahui dan mempelajari kehidupan manusia pada masa lampau adalah hal yang sangat menarik bagi kami. Kami dapat belajar dan mengetahui hal-hal baru yang tadinya kami tidak tau.
Saran yang kami sampaikan :
1.     Sebaiknya sarana dan prasarana situs Museum Sangiran lebih dikembangkan agar daya tarik pengunjung terhadap museum ini semakin meningkat.
2.    Kunjungan wisata sejarah seperti ini harus terus dilakukan agar kita dapat mengetahui dan tidak melupakan sejarah.
3.    Diharapkan bagi para pembaca agar dapat memahami maksud dari laporan ini dan menambah wawasan mengenai kehidupan pasa masa lampau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar