Laporan
Kunjungan Wisata
Museum
Manusia Purba Sangiran
Nama anggota kelompok :
1.
Fatchurrohman Aziz
2.
Yurinda Widi Khafifah
3.
Nada Safitri
4.
Luthfi Khairunisa
SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN)
TEMANGGUNG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim,
Allhamdullilahirobbi’lalamin,
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih
sayang, taufiq, hidayah, serta inayah-nya kepada kita semua. Ucapan syukur kami
panjatkan kepada Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan
dan wisata sejarah ini tanpa ada halangan suatu apapun.
Maka
pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak
yang ikut berpartisipasi mendukung dan membimbing kami dalam penyusunan laporan
kunjungan dan wisata sejarah ini,diantaranya adalah :
1.
Bapak Drs. Purwono, M.Pd, selaku
Kepala SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG yang telah memberi izin serta
bertanggung jawab terhadap kegiatan ini.
2.
Bapak Toni Endro Kisworo,S.Pd,
selaku Guru Sejarah Indonesia yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada kami demi kelancaran
pembuaran laporan kunjungan dan wisata sejarah di museum sangiran ini.
3.
Bapak dan ibu guru pendamping
dalam melaksanakan pengamatan objek untuk menyelesaikan laporan kunjungan
museum ini.
4.
Biro wisata yang telah
mengarahkan dan membimbing kami selama perjalanan dengan penuh kesabaran dan
pengertian sehingga kegiatan wisata sejarah ini terselenggara dengan baik dan
lancar.
5.
Teman-teman di SMK N 1 (STM
PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG yang telah membantu melancarkan pembuatan karya wisata
ini.
Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga laporan Kunjungan dan wisata sejarah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dan
para pembaca karya tulis ini kami memohon kritik dan sarannya demi kelancaran
penulisan laporan karya wisata yang akan datang.
Temanggung,
Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar 1
Daftar
Isi 2
Lembar
Pengesahan 3
BAB I (Pendahuluan) 4
Latar Belakang Masalah 4
Tujuan Kunjungan 5
Tujuan Laporan 5
Manfaat Kunjungan 5
Lokasi Kunjungan 6
BAB II
(Isi dan Materi) 7
Lokasi penemuan manusia purba 7
Jenis-jenis manusia purba 9
Perdebatan dari Pithecanthropus Erectus ke Homo Erectus 13
Asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia 14
Teori asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia 17
Corak kehidupan masyarakat praaksara 19
Perkembangan Teknologi 28
BAB III
(Kesimpulan) 33
Kesan dan Saran 34
LEMBAR
PENGESAHAN
Laporan Kunjungan dan Wisata Sejarah di Museum Manusia Purba
Sangiran bidang study Sejarah Indonesia ini telah diteliti untuk disahkan
sebagai laporan hasil kegiatan di SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG, pada:
Hari :
Tanggal :
Disahkan
oleh,
Wali
Kelas Guru
Sejarah Indonesia
Nur
Laela, S.Pd Toni
Endro Kisworo, S.Pd
NIP.
19700908 199702 2 003 NIP.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Museum manusia purba adalah salah
satu tempat wisata di Jawa Tengah yang wajib dikunjungi karena museum sangiran
merupakan museum yang memberikan informasi tentang manusia purba dan
peradabannya, terlengkap di Indonesia. Museum Manusia Purba Sangiran sampai
saat ini merupakan museum dengan koleksi fosil dan artefak terlengkap di
Indonesia dengan jumlah koleksi mencapai puluhan ribu. Sangiran merupakan situs
terpenting untuk berbagai ilmu pengetahuan terutama untuk penelitian dan juga
pariwisata. Keberadaan situs sangiran sangat bermanfaat untuk mempelajari kehidupan
manusia prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba
hasil-hasil budaya, fosil fauna beserta gambaran stratigrafinya.
Beberapa fosil manusia purba
disimpan di museum geologi, Bandung dan laboratorium Paleoantropologi,
Yogjakarta. Dilihat dari hasil temuannya, situs sangiran merupakan situs pra
sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses edukasi dan
merupakan purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Penemuan-penemuan fosil di dunia banyak disumbang oleh
Indonesia. Penemuan–penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu
sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu.
Hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang
ini.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat
dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat
manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan
fosil- fosil yang ditemukan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan
fosil terbaru yang ditemukan seperti Homo Moernman. Dijelaskan pula tempat
penemuan dan bentuk penemuannya agar isi laporan ini dapat dipercaya
kebenarannya. Dan berdasarkan hal ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana jenis dan ciri manusia purba pada zaman
dahulu?
2. Bagaimana persebaran manusia purba pada zaman dahulu?
3. Bagaimana kehidupan hewan purba di masa lampau?
4. Bagaimana lapisan tanah pada awal pembentukannya?
5. Apa saja alat-alat yang digunakann pada masa lampau?
6. Apa saja teori manusia purba menurut para peneliti
atau sejarahwan?
B.
TUJUAN
KUNJUNGAN
1.
Untuk
mengetahui jenis dan ciri manusia purba pada masa lampau.
2.
Untuk
mengetahui persebaran manusia purba pada masa lampau.
3.
Untuk
mengetahui kehidupan hewan purba di masa lampau.
4.
Untuk
mengetahui lapisan tanah pada awal proses pembentukannya.
5.
Untuk
mengetahui alat-alat yang digunakan pada masa lampau.
6.
Untuk
mengetahui dan memahami teori manusia purba menurut para peneliti dan
sejarahwan.
C.
TUJUAN
LAPORAN
1.
Sebagai
media pembelajaran.
2.
Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang manusia purba.
3.
Mempelajari
dan memahami proses penulisan laporan kunjungan dan wisata sejarah dengan benar.
4.
Menjadikan
referensi untuk melakukan kunjungan wisata di museum sangiran.
5.
Laporan
kunjungan dan wisata sejarah ini dapat menjadi acuan bagi penelitian dan
penulisan laporan kunjungan dan wisata sejarah untuk selanjutnya.
6.
Dapat membuka
kepedulian masyarakat terhadap museum sejarah di Indonesia disertai dengan
kehidupan pada masa lampau.
7.
Dapat
membuka masyarakat tentang sejarah evolusi nenek moyang di Indonesia.
D. MANFAAT
KUNJUNGAN
1.
Untuk
mengetahui sejarah museum sangiran.
2.
Untuk
mengetahui koleksi dari situs sangiran.
3.
Untuk
mempelajari kehidupan manusia purba pada masa lampau.
4.
Untuk
mengetahui dan mempelajari proses pembentukan lapisan bumi.
5.
Untuk
mempelajari fosil beserta manfaatnya.
E. LOKASI
KUNJUNGAN
Museum
Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km
(tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala
Sangiran yang merupakan salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs Sangiran memiliki luas mencapai
56 km² meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah
Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo).
BAB II
PEMBAHASAN
Lokasi Penemuan Manusia Purba
A. Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Sragen,
Jawa Tengah. Area ini memiliki luas 56 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15
kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak
di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen
dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada
tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Tahun 1934
antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area
tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari
nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus ("Manusia
Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus
palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.
Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini
juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu
hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir
Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba
dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain
itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air,
batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada awalnya penelitian
Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini
kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi
itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang
kehidupan pada masa lampau.
Sangiran mencakup beberapa lapisan tanah/formasi
tanah. Yang tertua adalah formasi "kalibeng" formasi ini diperkirakan
berumur 3 juta - 1,8 juta tahun yang lalu. Pada formasi ini terdiri atas 4
lapisan yaitu lapisan bawah merupakan endapan laut dalam dengan ketebalan
lapisan ini 107 meter. Sangiran
pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan
penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak
dilaporkan chemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama.
Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik
dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald
menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di
barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan
penting bagi Situs Sangiran.
Semenjak penemuan von Koenigswald, situs
Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo
erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah tahapan
paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo
sapiens, manusia modern. Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang
evolusi fisik manusia saja, akan tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang
evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan
dalam seri geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih
dari dua juta tahun, menunjukan tentang hal itu.
B. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Secara
administratif, Trinil berada di Desa Kawu, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Trinil
menjadi hunian manusia purba pada masa pleistosen tengah atau sekitar 1 juta
tahun lalu. Penelitian manusia purba di Trinil pertama kali dilakukan oleh
Eugene Dubois yang diawali dengan penggalian pada endapan aluvial Bengawan Solo
dan berhasil menemukan tulang raham, gigi geraham, bagian atas tengkorak, dan
tulang paha kiri. Eugene Dubois kemudian memberi nama penemuannya
Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia berjalan tegak (Homo Erectus).
Penemuan ini mendorong beberapa penemuan lain seperti Lenore Salenka yang
melakukan penggalian dan penelitian di Desa Trinil pada tahun 1907-1908 dan
berhasil menemukan fosil dan tumbuhan yang dapat menggambarkan lingkungan hidup
Homo Erectus.
C. Wajak
Wajak
terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama Wajak mulai mengemuka pada tahun 1889
saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil tengkorak yang kemudian diserahkan
kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging di Batavia
yang kemudian diserahkan kepada Eugene Dubois. Dubois akhirnya tinggal selama 5
tahun di Tulungagung dan kembali menyisir tempat ditemukannya fosil tengkorak
itu, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak dan menemukan sisa fosil reptil
dan mamalia serta fosil tengkorak manusia yang disebut sebagai Homi Wajakensis.
D. Flores
Flores
merupakan salah satu pulau gugusan di Kepulauan Nusa Tenggara. Penelitian di
Flores ini diawali pada tahun 2003 oleh
para ilmuwan Australia (dipimpin oleh Mike Morwood dari Unervesitas New
England) dan Indonesia (dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional). Pada penggalian di Gua Liang Bua Flores, para
ilmuwan tersebut menemukan fosil manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama
Homo Floresiensis.
Jenis-Jenis
Manusia Purba
Dari berbagai penelitian, ada
beberapa jenis manusia purba di Indonesia. Jenis-jenis manusia purba tersebut
dapat diketahui dari bentuk fisiknya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, fosil
manusia purba yang ditemukan di Indonesia dapat dibedakan menjadi :
1.
Meganthropus
Megantropus
merupakan jenis manusia purba paling tua. Fosil Meganthropus ditemukan Von Koenigswald pada tahun 1941.
Von Koenigswald menemukan fosil Meganthropuss di Desa Sangiran, lembah Sungai
Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan Koenigswald berupa fragmen rahang bawah
sebelah kanan (dengan kedua geraham muka dan geraham bawah), rahang atas
sebelah kiri (dengan geraham kedua dan ketiga), dan gigi lepas. Fosil ini
menyerupai manusia raksasa karena ukurannya sangat besar dan diperkirakan hidup
pada satu hingga dua juta tahun lalu. Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan
masih sangat sedikit. Para ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi
keberadaan dan kebudayaan yang ditinggalkan. Berdasarkan fosil yang ditemukan,
diperkirakan Meganthropus Palaeojavanicus memiliki ciri-ciri fisik :
1)
Tulang pipi tebal serta tidak memiliki dagu.
2)
Kening menonjol dan diduga bentuk muka masif.
3)
Kelapa bagian belakang sangat menonjol serta
berbadan tegap.
4)
Memiliki bentuk gigi homonin dan otot-otot kunyah
sangat kukuh.
5)
Rahang bawah sangat tegap dan geraham besar-besar.
6)
Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut.
2.
Pithecanthropus
Pithecanthropus
(manusia kera) diperkirakan hidup pada masa pleistosen awal, tengah, dan akhir.
Fosilnya termasuk yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Sisa-sisa
kehidupan Pithecanthropus dapat ditemukan di Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil,
Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka
dan selalu hidup berkelompok. Manusia jenis ini hidup dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan. Pithecanthropus memiliki tubuh tegap dengan tinggi
165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat Meganthropus, dagu belum ada dan
hidungnya lebar, serta volume otak berkisar 750-1.300 cc. Para ahli memperkirakan
Pithecanthropus hidup 2,5 juta-200 ribu tahun yang lalu. Beberapa jenis
Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia :
1) Pithecanthropus Mojokertensis
Pithecanthropus Mojokertensis
(manusia kera dari Mojokerta) merupakan jenis manusia purba tertua yang
ditemukan di Indonesia dan hidup sekitar 2,5-1,25 juta tahun lalu. Fosilnya
ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1936 pada lapisan pleistosen bawah.
Fosil yang berhasil ditemukan berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak,
rahang atas, rahang bawah, dan gigi lepas. Ciri-ciri Pithecanthropus dapat
diidentifikasi :
a)
Tulang pipi kuat dan berbadan tegap.
b)
Muka menonjol ke depan dan tonjolan kecil tebal.
c)
Otot-otot tengkuk tubuh,
d)
Volume otak 650-1.000 cc.
2) Pithecanthropus Erectus atau Homo Erectus
Pithecanthropus erectus (manusia
kera berjalan tegak) memiliki daerah persebaran yang paling luas dan jumlah
fragmen fosil yang ditemukan juga lebih banyak. Fosil manusia purba jenis ini
pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois di Kedungbrubus, Trinil, dan Ngawi. Beberapa
fragmen fosil yang ditemukan seperti atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah,
rahang atas, gigi lepas, dan tulang kering. Sebagian besar fosilnya ditemukan
di tepi Sungai Bengawan Solo terdapat pada lapisan pleistosen tengah.
Pithecanthropus atau Homo Erectus bermigrasi selama masa pleistosen (dua tahun
yang lalu) dan terus menyebar ke seluruh dunia hingga mencapai Asia Tenggara.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Homo Erectus memiliki kemampuan
intelegensia tinggi. Kesimpulan ini diperoleh dari kebiasaan mereka
menggunakan api dan menunjukkan bahwa
Homo Erectus mungkin lebih cerdas dari perkiraan para ahli sebelumnya.
Ciri-ciri Pithecanthropus menurut perkiraan para ahli :
a)
Badan tegap dengan tinggi 160-180 cm dan berat
80-90 kg.
b)
Muka didominasi oleh bagian rahang yang menonjol.
c)
Hidung lebar serta terdapat tonjolan kening pada
dahi.
d)
Tulang tengkorak berbentuk lonjong dan volume otak
750-1.000 cc.
e)
Dagu tidak ada tetapi alat pengunyahnya kuat.
3.
Homo Sapiens
Homo Sapiens (manusia cerdas) terbentuk
setelah terjadi proses evolusi selama ribuan tahun. Manusia jenis ini telah
mampu membuat peralatan sederhana dari batu dan tulang yang digunakan untuk
berburu dan mengolah makanan. Kehidupan Homo Sapiens masih sederhana dan masih
mengembara. Atap tengkorak Homo Sapiens lebih bundar dan lebih tinggi serta
sangat tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Homo Sapiens
diperkirakan memiliki ciri-ciri fisik :
i.
Langit-langit mulut besar dan dalam.
ii.
Tengkorak besardengan volume otak diperkirakan
1.650 cc.
iii.
Dahi sedikit miring.
iv.
Muka datar dan lebar serta bagian mulut menonjol
sedikit.
v.
Gigi besar-besar dan gigitan gigi seri atas tepat
mengenai gigi bawah.
vi.
Di atas rongga mata terdapat busur kening yang
nyata.
vii.
Rahang bawah masif dan hidung lebar.
viii.
Tinggi badan sekitar 173 cm.
Homo Sapiens dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Manusia Wajak (Homo Wajakensis)
Homo Wajakensis ditemukan di lembah
Sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur.Fosilnya ditemukan oleh Eugene
Dubois pada pleistosen atas tahun 1889. Homo Wajakensis diperkirakan hidup
40-25 ribu tahun lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo Wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo Soloensis.Von Koenigswald mengkatagorikan
Homo Wajakensis dalam jenis Homo Sapiens karena sudah mengenal upacara
penguburan.
Jenis Homo Wajakensis kedua
ditemukan oleh Eugene Dubois tahun 1890 di tempat yang sama dan menunjukkan
ciri-ciri pada tengkorak yang besar dan busur kening yang nyata. Homo
Wajakensis memiliki ciri-ciri yang hampir mendekati Austromelansoid dan
Mongoloid. Diperkirakan Homo Wajakensis adalah subras Melayu Indonesia dan
turut berevolusi menjadi ras Austromelanoid. Hal ini dapat dilihat dari ciri
tengkoraknya yang sedang atau sedikit lonjong menjadi sedikit berbentuk
persegi.
2) Manusia Liang Bua (Homo Floresiensis)
Homo Floresiensis (manusia dari
Flores) ditemukan oleh para ilmuwan Australia dan Indonesia pada tahun 2003 di
Gua Liang Bua, Flores. Ukuran manusia purba jenis ini tidak lebih besar dari
anak-anak usia 5 tahun dan diperkirakan hidup sekitar 18.000 tahun lalu
(sezaman dengan gajah-gajah pigmi dan kadal-kadal raksasa). Homo Floresiensis diperkirakan memiliki
tinggi 100 cm dengan berat badan 30 kg, sudah berjalan tegak tetapi tidak
memiliki dagu.
Tim ilmuwan menganggap Homo
Floresiensis sebagai keturunan dari Homo Erectus yang hidup di Asia Tenggara
sekitar 1 juta tahun lalu.Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi
menjadi bentuk yang lebih kecil (berdasar hipotesis peralatan Homo Erectus di
sekitar fosil Hoo Floresiensis).
3) Homo Soloensis
Homo Soloensis ditemukan oleh van Koenigswald tahun
1931-1934 di daerah Ngandong, di tepi Sungai Bengawan Solo. Selain itu, fosil
Homo Soloensis juga ditemukan di Sambungmacan dan Ngawi. Homo Soloensis
diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu. Homo Soloensis
memiliki ciri fisik volume otak 1.000-2.000 cc, tinggi 130-210 cm, dan berat
badan 30-150 kg. Otak Homo Soloensis sudah berkembang, bagian belakang
tengkorak sudah membulat dan tinggi, otot-otot bagian tengkuk sudah mengalami
reduksi, alat pengunyah menyusut sehingga rahang menjadi lebih kecil. Selain
itu, para ahli memperkirakan Homo Soloensis sudah bisa berjalan dan berdiri
dengan sempurna.
Perdebatan
Antara Pithecanthropus Erectus Ke Homo Erectus
Dalam publikasi ilmiah
mengenai Pithecanthropus Erectus pada tahun 1894, Eugene Dubois menyatakan
bahwa keberadaan Pithecanthropus Erectus membuktikan kebenaran teori yang
dikemukakan oleh Charles Darwin. Dubois menjelaskan bahwa Pithecanthropus
Erectus merupakan hasil evolusi peralihan kera menjadi manusia dan hal ini
menimbulkan perdebatan. Para ilmuwan mempertanyakan fosil Pithecanthropus
Erectus yang memiliki ciri-ciri atap tengkorak dengan volume kecil, gigi
berukuran besar, dan tulang paha berciri modern berasal dari satu individu.
Sementara itu, para ahli yang meragukan menyatakan bahwa tengkorak berukuran
kecil tersebut milik seekor gibon. Adapun fosil tulang paha tersebut merupakan
fosil manusia modern.
Perdebatan mengenai
Pithecanthropus Erectus berkembang di Eropa. Pada tahun 1895, Dubois
mempresentasikan hasil penemuannya di Leiden, Belanda dan juga di British
Zoology Society, London. Temuan Dubois baru digunakan kembali oleh Franz
Weidenrich pada tahun 1922. Teori evolusi manusia purba semakin diminati oleh
ilmuwan pada tahun 1920-an. Pada tahun 1927 ditemukan fosil di situs
Zhoukoudian di dekat Beijing. Fosil ini diberi nama Sinanthropus Pekinensis.
Fosil tengkorak beserta tulang paha Sinanthropus Pekinensis menunjukkan
ciri-ciri yang sama dengan Pithecanthropus Erectus.
Penemuan fosil
Sinanthropus Pekinensis membuka babak baru perdebatan Pithecanthropus Erectus.
Para ahli yang mendukung pandangan Dubois menyatakan bahwa Pithecanthropus
Erectus merupakan tahapan evolusi manusia dengan tengkorak yang lebih kecil.
Oleh karena itu, Pithecanthropus merupakan spesies yang termasuk dalam genus
Homo. Dengan demikian, Pithecanthropus diterima sebagai hominid dari Jawa,
bagian dari Homo Erectus.
Asal-Usul Persebaran Nenek Moyang
Bangsa Indonesia
1.
Proses Migrasi Bangsa Melanesia, Proto Melayu, dan
Deutro Melayu ke Indonesia
Nenek moyang bangsa
Indonesia diperkirakan berasal dari wilayah Yunan yang terletak di Tiongkok
bagian selatan melalui proses migrasi secara bergelombang. Bangsa yang pertama
kali datang ke Indonesia adalah bangsa Melanesia atau Papua Melanosoide dari
rumpun Melanosoide atau Negroid. Selanjutnya adalah bangsa Melayu yang terjadi
dalam dua tahap.
a. Bangsa Melanesia atau Papua Melanosoide
Bangsa Melanesia adalah bangsa pertama yang bermigrasi ke
Kepulauan Indonesia yang berasal dari teluk Tonkin. Fakta tentang asal bangsa
ini didasarkan pada pebble dan kapak pendek yang ditemukan di Pegunungan Bacson
di daerah Hoabinh.
1)
Ciri Kehidupan
Bangsa Melanesia termasuk dalam
rumpun Veddoid-Austroloid yang memiliki ciri kulit hitam. Kebudayaan Bangsa
Melanesia digolongkan dalam budaya Mesolithikum yang menetap dalam
kelompok-kelompok kecil dan hidup dengan sistem berburu dan meramu. Bangsa ini
telah membawa beberapa teknologi baru seperti teknik pembuatan api dengan cara
menggesek-gesekkan ranting pohon atau batu. Bangsa Melanesia sudah mengenal
sistem perladangan walaupun masih bersifat seminomaden. Bangsa ini biasanya
menempati wilayah yang menghasilkan banyak bahan makanan seperti tepi aliran
sungai yang menjadi tempat pertemuan dua kelompok penduduk, yaitu penduduk asli
dan penduduk Melanesia. Pertemuan ini mengakibatkan terjadinya benturan antara
kebudayaan Paleolithikum dan Mesolithikum. Alat-alat sederhana seperti kapak
genggam, alat-alat tulang, dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang
lebih halus serta kapak pendek. Pertemuan dan interaksi ini menimbulkan dampak
:
·
Penduduk asli semakin terdesak.
·
Penduduk asli masuk dan bersembunyi di pedalaman
untuk menyelamatkan diri.
·
Penduduk asli ditaklukkan, kemudian dijadikan
budak.
2)
Daerah Persebaran
Sebagai bagian ras Negroid, Bangsa
Melanesia memiliki ciri-ciri antara lain kulit kehitaman, badan kekar, rambut
keriting, mulut lebar, dan hidung mancung. Keturunan bangsa ini saat ini masih
dapat ditemukan di beberapa tempat seperti pedalaman Malaya, penduduk Aeta di
pedalaman Filipina, serta orang-orang Papua dan kepulauan Melanesia.
b. Bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu
Bangsa Melayu diperkirakan datang
ke Indonesia sekitar tahun 2.000 sebelum Masehi dan membawa kebudayaan yang
lebih tinggi daripada bangsa Melanesia. Bangsa Melayu terbagi menjadi dua
kelompok yaitu Proto Melayu (Melayu Tua)
dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu termasuk dalam rumpun ras
Mongoloid yang berasal dari daerah Yunan yaitu sebuah wilayah di dekat lembah
Sungai Yangtze, Tiongkok Selatan. Proses migrasi bangsa Proto Melayu ke wilayah
Asia Selatan disebabkan oleh faktor :
1.
Peperangan antar suku.
2.
Desakan suku-suku liar yang datang dari Asia
Tengah.
3.
Bencana alam berupa banjir akibat meluapnya Sungai
Yangtze dan sungai lainnya di Tiongkok Selatan.
Koentjaraningrat
memperkirakan bahwa bangsa Proto Melayu datang dari Kepelauan Ryukyu, Jepang
dan menyebar ke Taiwan, Filipina, dan Sangihe kemudian masuk ke Sulawesi. Jalur
penyebaran kedatangan Bangsa Proto Melayu menurut pendapat Koentjaraningrat :
1.
Jalur pertama menyebar dari Yuann menuju kawasan
Indo-Cina, Siam, dan Kepulauan Indonesia kemudian menyebar ke Sulawesi dan
Papua dengan membawa kebudayaam Neolithikum berupa kapak lonjong. Keturunan ini
yang menempuh jalur pertama antara lain Suku Toraja.
2.
Jalur kedua menyebar ke Sumatra, Kalimantan, Jawa,
Bali, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan Neolithikum berupa beliung
persegi. Keturunan ini yang menempuh jalur kedua antara lain suku Nias, Dayak,
Sasak, dan Batak.
1)
Ciri Kehidupan
Ciri fisik bangsa Proto Melayu
kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, serta bentuk mulut dan
hidung sedang. Bangsa ini memiliki kebudayaan setingkat lebih tinggi
dibandingkan dengan Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia yakni kebudayaan
batu muda (Neolithikum). Benda-benda hasil kebudayaan masih terbuat dari batu
dan telah dikerjakan dengan sangat baik. Kebudayaan kapak persegi dibawa oleh
bangsa ini melalui jalur barat sedangkan kebudayaan kapak lonjong melalui jalur
timur.
2)
Daerah Persebaran
Kedudukan Bangsa Proto Melayu di Indonesia semakin
lama terdesak ke wilayah timur Indonesia
akibat migrasi Bangsa Deutro Melayu. Suku bangsa yang termasuk keturunan bangsa
Proto Melayu :
1.
Suku Toraja di Sulawesi Selatan.
2.
Suku Sasak di Pulau Lombok.
3.
Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
4.
Suku Nias di pantai barat Sumatera.
5.
Suku Batak di Sumatera Utara.
6.
Suku Kubu di Sumatera Selatan.
c.
Bangsa Melayu Muda atau
Deutro Melayu
Bangsa Melayu muda diperkirakan
datang ke Indonesia pada tahun 500 SM dan berasal dari wilayah Indo-Cina bagian
utara. Bangsa ini merupakan hasil percampuran antara bangsa Proto Melayu dan
Bangsa Arya serta telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan alat
produksi.
1)
Ciri Kehidupan
Ciri
fisik bangsa Deutro Melayu tinggi 135-180 cm, berat 30-75 kg, warna kulit
kuning langsat dan cokelat hitam, warna rambut antara cokelat dan hitam, serta
bentuk rambut antara lurus dan keriting. Proses migrasi bangsa ini dilakukan
melewati jalur barat yaitu daerah di Semenanjung Malaka, Sumatera kemudian
menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.Kemampuan dari bangsa ini yakni bisa
membuat benda-benda logam seperti perunggu dan besi. Kebudayaan bangsa ini
sering disebut kebudayaan Dongson yaitu nama daerah di sekitar Teluk Tonkin,
Vietnam tempat ditemuakan banyak benda peninggalan dari logam. Hasil kebudayaan
perunggu yang ditemukan di Indonesia yakni kapak corong, nekara, dan bejana
perunggu yang umumnya terbuat dari cetakan. Seorang ahli linguistik, J.H.C. Kern
melakukan penelitian terhadap beberapa bahasa yang dibawa bangsa Deutro Melayu
dan menyimpulkan bahwa bahasa yang dibawa bangsa ini masih serumpun dengan
bahasa Austronesia.
2)
Daerah Persebaran
Migrasi
bangsa Deutro Melayu di Indonesia menyebabkan bangsa melayu Tua yang sebelumnya
hidup disekitar aliran sungai dan pantai terdesak ke pedalaman karena
kebudayaan Bangsa Melayu muda lebih maju daripada bangsa Melayu Tua. Keturunan
bangsa Deutro Melayu di Indonesia adalah suku Aceh, Minangkabau, Bali, Jawa,
Bugis, dan Makassar. Hasil-hasil kebudayaan Megalithikum bangsa Deutro Melayu
antara lain menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, dan punden berundak.
D.G.E.
Hall menjelaskan peninggalan Deutro dan Proto Melayu dianggap sebagai peradaban
Melayu Kuno yang telah memiliki ciri dan karakteristik sendiri, sebelum mereka
dipengaruhi oleh kebudayaan India. D.G.E. Hall mencatat bahwa beberapa
kominitas kedua bangsa ini hingga saat ini masih ada dan tersebar di berbagai
kawasan di Indonesia terkhususnya di daerah-daerah pedalaman dengan tetap
menjalankan kepercayaan animisme dan dinamisme.
Teori
Asal-Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
a. Teori Yunan
Teori
Yunan mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Tiongkok Selatan.
Menurut Mohammad Ali, bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan yang terdesak
ke selatan karena masuknya suku-suku lain yang lebih kuat. Teori Yunan juga
disetujui oleh R.H. Geldern dan J.H.C Kern.
Teori
Yunan didasarkan pada hasil temuan teknologi dan persamaan bahasa. Berdasarkan
kapak tua di Indonesia dapat disimpulkan bahwa bentuk kapak tersebut memiliki
kesamaan dengan temuan kapak di wilayah Asia Tengah. Dari segi kebahasaan,
bahasa Melayu yang berkembang di Indonesia memiliki kesamaan dengan bahasa
Champa yang berkembang di Kamboja. Kedatangan manusia dari Yunan ke Kepilauan
Indonesia ini melalui 3 gelombang yaitu perpindahan Negrito, Proto Melayu, dan
Deutro Melayu.
b. Teori Nusantara
Teori
Nusantara mengemukakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri.
Teori ini didukung oleh Muhammad Yamin, Gorys Keraf, J. Crawford. Dasar-Dasar
teori ini adalah :
1)
Bangsa Melayu merupakan bangsa yang berperadapan
tinggi.
2)
Berdasarkan perbandiingan kebahasaan bahasa Melayu
mempunyai kesamaan dengan bahasa Champa.
3)
Orang Melayu bukan berasal dari luar tetapi
merupakan keturunan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
4)
Adanya perbedaan bahasa antara bahasa Austronesia
yang berkembang di Indonesia dengan bahasa Indo-Eropa yang berkembang di Asia
Tengah.
c.
Teori Out of Africa
Teori Out of Africa menyatakan bahwa
asal-usul manusia modern diberbagai wilayah dunia berasal dari Africa. Teori
ini berdasarkan pada penelitian DNA. Menurut ahli genetika asal Amerika Serikat
MAX INGMAN manusia modern berasal dari Africa antara kurun waktu 100-200 ribu
tahun lalu. Penelitian Ingman juga menunjukkan tidak adanya gen manusia yang
bercampur dengan spesies manusia purba.
Teori ini mempercayai bahwa manusia
Africa melakukan persebaran sekitar 50.000-70.000 tahun silam dengan wilayah
tujuan Asia Barat dengan elewati dua jalur. pertama jalur yang mengarah ke
Sungai Nil kemudian melintasi Semenanjung Sinai dan ke utara melalui Arab.
Jalur kedua, yakni jalur yang bermula dari Africa melalui Laut Merah. Pada saat
persebaran terjadi bumi sedang memasuki masa glassial terakhir.
Persebaran manusia Africa ini
memasuki beberapa wilayah Asia. Wilayah pertama yang disinggahi adalah Timur
Tengah, sedangkan kelompok lain melanjutkan perjalanan menuju ke India, Asia
Timur, Indonesia, dan Barat Daya Australia. Adanya manusia ini yang bermigrasi hingga
Australia ini dibuktikan dengan penemuan fosil laki-laki Lake Mungo dalam jejak
genetika.
d. Teori Out of Taiwan
Teori Out of Taiwan mempercayai
bahwa manusia Indonesia berasal dari Taiwan. Teori ini didukung oleh Harry
Truman Simanjutak. Keseluruhan bahasa yang digunakan oleh suku-suku di
Indonesia memiliki rumpun yang sama yaitu rumpun Autronesia. Dengan kata lain,
akardari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan oleh leluhur yang menetap di
kepulauan Indonesia berasal dari rumpun Austronesia di Pulau Formosa atau
Taiwan.
Corak Kehidupan Masyarakat
Praaksara
1.
Pola Hunian
a. Nomaden
Nomaden dapat berarti
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang merupakan sebutan untuk
bangsa pengembara (komunitas yang hidup tidak menetap di suatu tempat atau
bergantung dengan alam). Manusia purba yang hidup secara nomaden memiliki kemampuan
berburu dengan menggunakan peralatan sederhan aseperti tombak dan jerat dan
berusaha menggiring binatang ke lubang sehingga mudah di tangkap. Jika
persediaan makanan habis, mereka akan pindah ke tempat lain yang masih
menyediakan bahan makanan. Pada masa praaksara manusia purba hidup dalam
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota sekitar 10-15 orang untuk
melakukan perburuan secara bersama-sama.
Pada saat berburu, mereka
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi walaupun masih dalam bentuk bahasa sederhana.
Manusia purba memiliki kemampuan menggunakan alat-alat perburuan yang berasal
dari batu, tulang, duri, dan tanduk. Selain itu, manusia purba menggunakan
kapak genggam yang terbuat dari batu kalsedon berwarna cokelat yang bentuknya
menyerupai kura-kura.
Manusia purba yang hidup secara
nomaden tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, tepi sungai,
gunung, gua (cavemen), dan lembah. Kehidupan di dalam Gua pada masa itu
dibuktikan dari penemuan lukisan pada dinding gua yang menggambarkan kehidupan
sosial, ekonomi, dan kepercayaan.
Lukisan cap tangan dengan latar
belakang cat merah mengandung arti lambang kekuatan pelindung untuk mencegah
roh jahat. Adapun lukisan babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya
menunjukkan aktivitas perburuan masyarakat pada periode tersebut. Lukisan
dinding gua ditemukan di Sulawesi Selatan, Kalimantan, Papua, Kepulauan Kei,
dan Pulau Seram.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
diketahui mengenai ciri-ciri kehidupan masyarakat nomaden :
Ø
Selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Ø
Sangat tergantung pada alam.
Ø
Hidup dari hasil mengumpulkan makanan dan berburu.
Ø
Peralatan masih sangat sederhana dan terbuat dari
kayu atau batu.
b. Seminomaden
Kehidupan seminomaden adalah pola
kehidupan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi disertai
dengan kehidupan menetap sementara karena mulai mengenal cara mengolah makanan.
Kehidupan seminomaden dimulai pada akhir masa berburu dan meramu hingga
bercocok tanam. Pola hunian seminomaden memiliki dua karakter khas, yaitu
kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka. Contoh situs-situs
purba di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Pada pola seminomaden manusia masih
mengantungkan hidupnya pada alam. Secara lebih rinci pola kehidupan
seminomaden, manusia purba memiliki ciri-ciri :
1)
Hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain, masih tergantung pada alam, tetapi mulai mengenal cara-cara mengolah
bahan makanan.
2)
Memiliki tempat tinggal sementara.
3)
Selain mengumpulkan bahan makanan dan berburu
manusia purba mulai menanam berbagai jenis tanaman.
4)
Sebelum meninggalkan suatu tempat, manusia purba
lebih dahulu menanam tanaman pangan dan akan kembali ke tempat itu ketika musim
panen tiba.
5)
Peralatan hidup sudah lebih baik dibandingkan
peralatan hidup masyarakat nomaden.
6)
Selain terbuat dari batu dan kayu, peralatan yang
digunakan terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
c.
Menetap
Menurut Soekmono, kehidupan menetap
terjadi akibat perubahan pola hidup dari mengumpulkan makanan menjadi
memproduksi makanan. Mereka tinggal disekitar huma, bercocok tanam, dan
memelihara jenis-jenis hewan tertentu. Dalam pola hunian menetap, jumlah
anggota kelompok semakin besar sehingga manusia membuat kelompok-kelompok
perkampungan. Mereka mulai membuat peraturan untuk menjaga ketertiban kehidupan
masyarakat. Memilih seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk
mengatur para anggotanya, hidup bergotong royong, saling melengkapi, saling
membantu, dan saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pola kehidupan menetap memiliki
beberapa keuntungan, yakni :
a)
Setiap keluarga dapat membangun tempat tinggal yang
lebih baik untuk waktu lebih lama.
b)
Setiap orang tidak harus membawa peralatan hidup
dari satu tempat ke tempat lain.
c)
Para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama
di rumah dan tidak akan merepotkan.
d)
Manusia dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan
lebih baik.
e)
Manusia dapat memelihara ternak untuk pemenuhan
kebutuhan.
f)
Manusia memiliki banyak waktu untuk berkumpul
bersama keluarga sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat.
g)
Manusia mulai mengenal sistem astronomi untuk
kepentingan bercocok tanam.
h)
Manusia mulai mengenal sistem kepercayaan.
Masyarakat
pada masa praaksara cenderung memilih hidup menetap di dasar lembah atau
sekitar sungai daripada di daerah pegunungan karena memiliki struktur tanah
lebih subur dan sangat menguntungkanbagi kepentingan bercocok tanam, memiliki
sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia.
2. Perkembangan
Kehidupan Masa Praaksara
a.
Kehidupan Manusia pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Pada masa ini manusia menghabiskan
sekitar 90% waktu hidupnya dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Jenis
makanan yang mereka buru adalah binatang bertulang belakang seperti rusa, babi,
dan kerbau liar. Manusia juga mengumpulkan buah, umbi, dan menangkap ikan.
1)
Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan manusia purba sudah hidup secara berkelompok sekitar 10-15 orang.
Ikatan kelompok pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sangat penting untuk
mendukung kegiatan bersama. Selain itu manusia lebih mudah dalam mendapatkan
makanan. Contoh peninggalan masa ini adalah :
·
Kapak perimbas, memiliki permukaan meruncing pada
salah satu sisinya dan kulit batu masih melekat pada bagian pangkal.
·
Kapak genggam, berupa batu yang dibentuk menjadi
semacam kapak tetapi belum bertangkai dan digunakan dengan cara digenggam untuk
mengorek umbi, memotong, dan menguliti daging. Alat ini ditemukan di Pacitan,
sepanjang pegunungan sewu, dan pantai selatan, Jawa Timur.
·
Kapak penetak, memiliki bentuk mirip dengan kapak
perimbas tetapi ukurannya lebih besar dan berfungsi untuk membelah kayu, pohon,
dan bambu.
·
Alat-alat serpih atau flakes merupakan batu pecahan
sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam dan digunakan sebagai
pisau (memotong daging dan mengupas umbi-umbian), hurdi (membuat lubang pada
kulit), dan tombak (menusuk binatang buruan).
2)
Kehidupan Ekonomi
Manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan erat hubungannya dengan aktivitas berburu binatang dan
mengumpulkan umbi-umbian beserta dedaunan untuk dikonsumsi. Manusia hidup dalam
kelompok kecil, sering berpindah, dan tinggal di gua-gua karang sekitar sungai,
danau, atau pantai dan akan berpindah ketempat lain.
b.
Kehidupan Manusia pada Masa Bercocok Tanam dan
Berternak
Pada masa bercocok tanam dan
beternak manusia sudah menetap disuatu daerah dan mulai hidup dari hasil
bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tumbuhan yang semula tumbuh liar.
Selain itu, mereka mulai menjinakkan hewan-hewan liar untuk diternakkan.
1)
Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa ini, manusia sudah
memiliki tempat tinggal yang menetap seperti pinggiran sungai, danau, dan
pantai. Para ahli memperkirakan bahwa pada masa ini kelompok manusia purba
sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Austronesia. Pada
perkembangan selanjutnya, manusia mulai membentuk sistem masyarakat yang
dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih dengan sistem primusinterpares
yaitu orang yang utama atau paling berpengaruh diantara yang lain.
Beberapa perlengkapan yang
dihasilkan pada masa bercocok tanam dan berternak adalah :
·
Beliung persegi, wujudnya menyerupai kapak
berbentuk persegi dengan bagian yang tajam diasah miring dan digunakan sebagai
kapak untuk memotong kayu dan cangkul untuk mengolah tanah. Alat ini ditemukan
di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
·
Mata panah digunakan untuk keperluan berburu dan
menangkap ikan yang terbuat dari tulang dan berbentuk bergerigi. Mata panah
ditemukan di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
·
Kapak lonjong, memiliki penampang berbentuk
lonjong, bagian yang tajam diasah dari dua sisi dan diberi tangkai. Alat ini
ditemukan di daerah Maluku, Papua, Sulawesi Utara, dan Flores.
·
Gurdi dan pisau, digunakan untuk memotong dan
melubangi kayu atau kulit. Alat ini ditemukan di daerah Danau Kerinci (Jambi),
Danau Bandung, Danau Leuwiliang, Bogor (Jawa Barat), dan Danau Flores Barat
(Nusa Tenggara Barat).
·
Perhiasan, terbuat dari batu kalsedon yang dibentuk
gelang, kalung, dan anting-anting. Benda ini ditemukan di Tasikmalaya, Cirebon,
dan Bandung.
·
Gerabah, dibuat dari campuran tanah liat dan pasir.
Gerabah ditemukan di Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
2)
Kehidupan Ekonomi
Masa praaksara telah mengenal
sistem pertanian secara sederhana, yakni berhuma atau ladang berpindah. Bila
ladang yang ditanami mulai berkurang kesuburannya mereka akan meninggalkannya
dan mulai membuka ladang baru di tempat lain. Alat-alat yang digunakan masih
terbuat dari batu, tulang binatang, tanduk, dan kayu. Selain bercocok tanam,
manusia pada masa ini memelihara hewan ternak seperti kuda, anjing, kerbau,
sapi, kambing, dan babi.
Kehidupan bercocok tanam dan
beternak disebut food producing atau menghasilkan makanan dan sudah mengenal
kegiatan perdagangan dengan sistem barter. Dalam perkembangannya, aktivitas
barter ini mendorong terbentuknya kelompok pedagang dan pasar tradisional.
c.
Kehidupan Manusia pada Masa Perundagian
Kegiatan perdagangan yang
dikembangkan masyarakat pada masa praaksara mampu memberikan kesempatan bagi
manusia untuk berinteraksi dengan orang lain di luar kelompoknya. Perkembangan
teknologi tersebut pada akhrinya memunculkan golongan undagi. Golongan undagi
terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti membuat
bangunan rumah, peleburan bahan logam, membuat gerabah dari tanah liat dan
perhiasan.
1)
Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa perundagian masyarakat
pada masa praaksara mulai mengembangkan sistem pemerintahan sederhana. Sebelum
kedatangan pengaruh Hindu-Budha kelompok masyarakat tersebut dipimpin oleh
seorang kepala suku terpandang yang bergelar datu atau datuk. Dalam kehidupan
sehari-hari kepala suku bertindak seperti seorang raja yang memiliki kekuasaan
mutlak terhadap beberapa desa yang berada di wilayah kekuasaannya.
Masyarakat pada masa perundagian
juga sudah mengenal sistem pembagian kerja berdasarkan kemampuan tiap-tiap
individu. Barang-barang yang dihasilkan pada masa perundagian adalah sebagai
berikut :
a)
Nekara Perunggu, yaitu genderang perunggu dengan
membran satu yang berfungsi sebagai sarana upacara (upacara pemanggilan roh
leluhur dan memanggil hujan) dapat ditemukan di Bali, Banten, Jawa Tengah, dan
Nusa Tenggara Timur.
b)
Moko, yaitu nekara tipe pejeng dengan bentuk dasar
lonjong dan berfungsi sebagai perlengkapan upacara dan tari-tarian. Moko banyak
ditemukan di Pulau Alor.
c)
Kapak corong, digunakan untuk memotong kayu dan
ditemukan di Jawa, Bali, dan Sumatera Selatan.
d)
Kapak perunggu, bentuknya beraneka ragam dan
berfungsi sebagai alat upacara dan perkakas untuk bekerja. Alat ini banyak
ditemukan di Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku, Flores,
Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan.
e)
Arca perunggu, menggambarkan manusia dan binatang.
Ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang, Bogor, dan Lumajang.
f)
Bejana perunggu, berbentuk seperti kepis dengan
pola hias berpilin ganda di sisi luar. Alat ini ditemukan di Sampang (Madura)
dan Kerinci (Jambi).
g)
Perhiasan dan manik-manik, ditemukan di daerah
Bogor, Malang, dan Bali.
h)
Senjata,
berupa tombak, pisau, dan belati. Beberapa ujung tombak ditemukan di Jawa dan
pisau ditemukan di Flores.
2)
Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat pada
masa perundagian terdiri atas pertanian (yang berbasis sawah), peternakan,
pertukangan, dan perdagangan dengan masih menggunakan metode barter. Manusia pada masa praaksara telah memiliki
kebudayaan meskipun dalam tingkat sederhana karena manusia dibekali akal budi
aleh Tuhan untuk berfikir dan terus mengembangkan kebudayaan dengan memanfaatkan
alam. Kebudayaan tersebut dapat membantu
manusia dalam kehidupan.
3. Sistem
Kepercayaan
a. Jenis-Jenis Kepercayaan
1)
Animisme
Manusia percaya bahwa roh nenek
moyang akan selalu mengawasi dan melindungi kehidupan mereka serta orang yang
mengetahui dan menguasai adat nenek moyang akan menjadi ketua adat dan akan
memimpin jalannya upacara pemujaan.
2)
Dinamisme
Kepercayaan bahwa benda-benda tertentu
mempunyai kekuatan gaib bahkan benda-benda yang dibuat oleh manusia itu
sendiri. Benda-benda tersebut dipercaya dapat mendatangkan pengaruh baik dan
buruk bagi manusia dan karena itulah benda-benda itu diperlakukan secara
istimewa.
3)
Totenisme
Kepercayaan terhadap
binatang-binatang tertentu sebagai lambang nenek moyang. Sebagian masyarakat
purba di Papua dan Pulau Seram menganggap kadal adalah binatang perwujudan
nenek moyang dan karena itulah binatang tersebut tidak boleh diburu kecuali
untuk kepentingan upacara tertentu.
b. Cara Penguburan
1)
Penguburan Primer (Langsung)
Dalam sistem penguburan ini, mayat
hanya dikubur sekali dalam tanah. Posisi mayat dalam penguburan ini dibuat
membujur atau meringkuk dan dibaringkan menghadap ke tempat yang menjadi
kediaman roh leluhur seperti gunung dan bukit. Sistem penguburan ini ditemukan
di Anyer (Banten) dan Plawangan, Rembang (Jawa Tengah).
2)
Penguburan Sekunder (Tidak Langsung)
Dalam sistem penguburan ini, mayat
dikubur langsung dalam tanah tanpa upacara penguburan. Setelah mayat menjadi
kerangka, kuburnya digali dan kerangka diambil untuk dibersihkan. Kerangka
selanjutnya diletakkan dalam wadah tempayan atau sarkofagus dan dikubur kembali
melalui upacara penguburan. Cara penguburan seperti ini ditemukan di Melolo,
Sumba (Nusa Tenggara Timur), Gilimanuk (Bali), dan Lesung Batu (Sumatera
Barat).
c.
Tingkat Perkembangan
Kepercayaan
1)
Pemujaan terhadap jiwa atau roh yang telah
meninggal. Keberadaan kepercayaan ini dapat dilihat dari adanya lukisan perahu
pada dinding gua. Perahu merupakan lambang kendaraan roh untuk menuju ke alam
lain.
2)
Keyakinan terhadap adanya berbagai roh yang
menempati alam sekitar tempat tinggalnya. Kepercayaan ini disebut sebagai
animisme. Pada masa ini manusia sudah mengembangkan kebudayaan megalithikum
yang ditandai dengan :
a)
Menhir
Berupa tugu yang didirikan untuk
upacara menghormati roh nenek moyang. Menhir ditemukan di Sulawesi Tengah,
Kalimantan, dan Pasemah (Sumatera Selatan).
b)
Punden Berundak
Terbuat dari batu yang
bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden
berundak bisa ditemukan di Libak Sibedug (Banten Selatan) dan puncak Gunung
Argapura di Jawa Timur.
c)
Dolmen
Berbentuk menyerupai meja dari batu
dan berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Dolmen bsa
ditemukan di Cipari, Kuningan, Bondowoso, Jember, Pasemah, dan Nusa Tenggara
Timur.
d)
Arca Batu
Berbentuk binatang (gajah, kerbau,
harimau, dan monyet) atau manusia. Arca ditemukan di daerah Pasemah (Sematera
Selatan), Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
e)
Kubur Batu
Dibuat dari papan batu yang disusun
persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang
atasnya dari papan batu. Kubur batu ditemukan di daerah Wonosari, Kuningan,
Cipari, Cirebon (Jawa Barat), dan Cepu (Jawa Tengah).
f)
Sarkofagus
Berupa peti mayat yang terbuat dari
batu menyerupai lesung dari batu yang diberi tutup. Sarkofagus ditemukan di
Samosir, Sumatera Utara.
Perkembangan
Teknologi
1.
Penemuan Teknologi Batu dan Tulang
Teknologi
merupakan keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sejak zaman praaksara manusia
purba sudah mengembangkan teknologi peralatan batu, logam, gerabah, dan
penggunaan api yang digunakan sebagai memasak, menghangatkan badan, alat
penerangan, dan mengusir binatang buas.
Dalam
tingkat sederhana manusia purba telah mengenal peralatan batu dan tulang yang
telah berkembang sejak zaman paleolitikum 600.000 tahun lalu dengan bentuknya
yang kasar.Dalam perkembangannya, alat-alat batu yang dibuat oleh manusia purba
terus berevolusi menjadi bentuk yang lebih halus dan memiliki fungsi yang
beragam.
a.
Kebudayaan Pacitan
Peninggalan
alat-alat batu dari kebudayaan Pacitan pertama kali diteliti oleh von
Koenigswald pada tahun 1935 yang menemukan banyak peninggalan budaya berupa
kapak perimbas (chooper). Alat tersebut berbentuk kapak dan terbuat dari batu
yang sangat kasar dan diperkirakan berasal dari lapisan pleistosen tengah
(LapisanTrinil). Pendukung Kebudayaan Pacitan adalah Homo erectus. Kapak
perimbas memiliki cirri berbentuk besar, masif, kasar, dan kulit batunya masih
melekat pada permukaan alat. Tempat penemuan tradisi kapak perimbas yaitu
Pacitan (JawaTimur), Lahat (Sumatra Selatan), Awangbangkal (Kalimantan
Selatan), Sukabumi (Jawa Barat), danGombong (Jawa Tengah).
b.
Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan
Ngandong berkembang di daerah Ngandong, JawaTimur dan peralatan yang ditemukan
yang ditemukan terbuat dari tulang, tanduk, dan duri ikan atau biasa disebut
kebudayaan tulang. Alat-alat tulang dari kebudayaan ini ditemukan oleh von
Koenigswald tahun 1941 contohnya alat penusuk seperti belati yang terbuatdari
tulang dan tanduk rusa di Gua Sampung yang berfungsi untuk mengorek ubi dan
keladi dari dalam tanah. Selain itu juga ditemukan alat seperti ujung tombak
dengan gigi-gigi pada sisinya yang berfungsi untuk menangkapikan. Alat-alat
dari kebudayaan Ngandong berasal dari lapisan pleistosen atas dan manusia
pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis.
2.
Pembuatan Tempat Tinggal di Pantai dan Gua
a.
Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger
berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokkenberarti dapur dan modding yang berarti
sampah. Kjokkenmoddinger merupakan timbunan atau tumpukan fosil kulit kerang
dan siput yang menggunung. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur
Sumatra dari daerah Langsa (Aceh) hingga Medan (Sumatra Utara). Penelitian yang
dilakukanoleh Dr. van Stein Callenfels pada tahun 1925 menemukan sejumlah kapak genggam di sepanjang
pantai timur pulau Sumatra yang terbuat dari batu kali yang dipecah. Bagian
luar biasanya memiliki bagian permukaan yang halus sedangkan sisi bagiandalam
dibentuk sesuai keperluan.
b.
Abris Sous Roche
Abris
Sous Roche adalah gua yang menyerupai ceruk pada batu karang yang dijadikan
tempat tinggal manusia purba karena berfungsi sebagai tempat perlindungan dari
cuaca dan binatang buas. Abris Sous Roche pertama kali ditemukan oleh Dr. van
Stein Callenfels (1928-1931) di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo,
jawaTimur. Peralatan yang ditemukan
sebagian besar terbuat dari tanduk rusa sehingga disebut Sampung Bone
Culture.Selain itu, Alfred Buhler menemukan flakes dan ujung mata panah terbuat
dari batu di sebuah gua di Toala, Sulawesi Selatan, Rote, dan Timor.
3.
Mengenal Api
Api diperkirakan ditemukan pada 400.000 tahun
lalu. Beberapa peneliti memperkirakan penemuan api terjadi pada periode manusia
purba jenis Homo erectus yaitu ketika mereka tidak sengaja menemukan api saat
petir menyambar pohon-pohon di sekitar lingkungan koloni mereka. Pada masa
bercocok tanam manusia menggunakan api untuk membuka lahan supaya menjadi
bersih dan mudah ditanami atau disebut system lading berpindah yang sekarang
masih dilakukan penduduk Indonesia yang tinggal di daerah Kalimantan dan
Sumatra. Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan batu api
danmenggosokan kayu. Akan tetapi, pada masa praaksara pengetahuan manusia purba
masih terbatas dan batu api juga masih sulit diperoleh sehingga manusia purba
cenderung dengan cara menggosokkan kayu.
4.
Revolusi Hasil Kebudayaan
Kebudayaan masa praaksara berkembang pesat pada zaman
neolitikum yaitu terjadinya pola hidup manusia. Bentuk revolusi kebudayaan yang
terjadi pada masa praaksara :
a.
Kebudayaan Kapak Persegi
Kapak
persegi merupakan batu yang garis irisannya melintang sebuah bidang segi
panjang atau trapesium yang terbuat dari batu api dan batu kalsedon. Kapak
persegi pertama kali ditemukan oleh Robert von Heine Geldern yang dibagi
menjadi 2 kategori yaitu beliung (berukuran besar) dan tarah (ukutankecil).
Daerah penemuan kapak persegi antara lain Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan tempat pembuatan kapak persegi
adalah Lahat, Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Gunung Ijen.
b.
Kebudayaan Kapak Lonjong
Penemuan
kapak lonjong sebagian besar di Papua sehingga disebut neolitikum Papua,
Seram, Sorong, Tanimbar, Leti, Minahasa,
dan Serawak (Kalimantan). Kapak lonjong berbentuk lonjong dan bulat telur. Ada
2 macam kapak lonjong yaitu walzeinbeil (bentuknyabesar) ditemukan di Papua dan
kapak kleinbeil ditemukan di Kepualauan Tanimbar dan Seram.
c.
Peralatan Logam
Sejak
zaman perundagian manusia sudah membuat perunggu dari peralatan logam. Perunggu
adalah logam campuran antara timah dan tembaga dan merupakan logam yang kuat
sehingga digunakan untuk berbagai peralatan upacara, perkakas rumah tangga, dan
senjata. Kebudayaan perunggu berkembang di Tiongkok sejak tahun 2700 SM dan
menyebar ke Indonesia akibat pengaruh kebudayaan Dongson dari Indo-Cina pada
tahun 500 SM. Peninggalan zaman perunggu di Indonesia antara lain kapak corong,
nekara, bejana perunggu, dan arca perunggu.
Berkaitan
dengan teknologi pengolahan logam, bangsa Indonesia mengenal 2 teknik
pengolahanya itu teknik a cire perdue atau disebut teknik cetak lilin karena
model dari tanah liat yang akan dicetak dilapisi lilin dan digunakan untuk
membuat benda-benda perunggu yang memiliki bentuk dan hiasan rumit seperti arca
dan patung perunggu. Teknik a cire perdue dilakukan melalui beberapa tahap
sebagai berikut:
·
Membuat model dari lilin sesuai
bentuk yang dikehendaki
·
Model tersebut ditutup (dilapisi
dengan tanah) kemudian diberi logam bagian atas dan bawahnya.
·
Model dari lilin yang dilapisi
tanah tersebut dibakar.
·
Akibat pembakaran lilin mencair
dan keluar melalui lubang hingga membentuk rongga.
·
Memasukkan cairan perunggu ke
rongga tersebut hingga penuh.
·
Setelah dingin lapisan tanah liat
tersebut dipecah.
Selain itu, ada juga teknik bivalve atau teknik
stangkup karena menggunakan 2 keping cetakan yang terbuat dari batu dan biasa
digunakan untuk mencetak benda sederhana dan tidak memiliki bagian-bagian
menonjol seperti kapak corong dan kapak perunggu. Teknik bivalve dilakukan
melalui beberapa tahap sebagai berikut :
·
Membuat cetakan setangkup dari
kayu atau batu yang bisa dibuka dan ditutup,
·
Memasukkan cairan perunggu dalam
cetakan,
·
Setelah dingin, cetakan dibuka.
d.
Gerabah
Gerabah dibuat dari campuran tanah
liat dan pasir dengan menggunakan teknik tangan. Gerabah yang dibuat pada masa
Neolithikum berbentuk tebal dan kasar seperti periuk, cawan, dan piring.
Pembuatan gerabah mengalami perkembangan pesat seiring ditemukannya teknik
tatap batu (dengan menggunakan sebilah papan kecil bergagang untuk meratakan
permukaan luar gerabah) dan sebuah batu bulat untuk menekan bagian dalam
gerabah.
Dalam pembuatan gerabah menggunakan
roda pemutar untuk menghasilkan permukaan yang halus dan tipis. Gerabah
peninggalan masa perundagian ditemukan di Gilimanuk (Bali), Kalumpang (Sulawesi
Selatan), Tanggerang, Kadenglembu (Jawa Timur), dan Kelapa Dua (Jakarta).
5.
Konsep Ruang pada Hunian
Menurut
Spiro Kostof, arsitektur praaksara dimulai sejak masyarakat mampu mengolah
lingkungan sekitar dengan membuat tanda-tanda tertentu untuk membedakan wilayah
tempat tinggal dan wilayah lain. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat
mengenal sistem berburu dan pertanian berpindah hingga pola pemukiman menetap.
Arsitektur tempat tinggal masyarakat pada masa praaksara terlihat dengan adanya
gambar-gambar pada dinding gua yang mencerminkan kehidupan sehari-hari serta
kehidupan spiritual contohnya gambar cap tanga dan lukisan gua yang ditemukan
di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Museum merupakan suatu tempat sejarah sebagai wadah
kegiatan pendidikan sekaligus hiburan. Dengan demikian museum diharapkan mampu
menyajikan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana yang menyenangkan. Peran
museum sebagai mitra pendidik dapat merujuk pada Empat Tiang Pendidikan Abad
ke-21 yang merupakan hasil rumusan Komisi Internasional untuk tahu (learn to know), belajar untuk melakukan
(learn to do), belajar untuk menjadi (learn to be) dan belajar untuk hidup
bersama (learn to live together).
Untuk menjadikan museum sebagai mitra pendidik dengan
keempat pilar tersebut memang bukan hal yang mudah. Namun, paling tidak
museum-museum di Indonesia hendaknya mulai sadar bahwa mereka mempunyai potensi
yang cukup besar untuk diarahkan menjadi wahana pembelajaran yang mendukung
empat pilar pendidikan tersebut. Dengan demikian, dunia permuseum di Indonesia
akan mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan bangsa dan Negara di era
global saat ini.
Sebagai lembaga pelestarian benda-benda budaya,
koleksi museum dapat dijadikan sebagai sumber pendidikan. Salah satunya adalah
sumber pendidikan hubungan antarbangsa khususnya kita dapat mengetahui hubungan
antarbangsa pada masa lampau melalui koleksi-koleksi museum. Koleksi museum
dapat diketahui bagaimana hubungan antarbangsa pada masa lampau
berlangsung.Salah satu media pembelajarannya dapat diperoleh dengan mengamati
dan menelaah koleksi museum.
Manusia purba adalah salah satu manusia yang menurut
para ahli merupakan asal-usul manusia dari kera yang berevolusi menjadi
manusia. Teori ini dapat dipercaya atau bisa juga disangkal. Alasan yang kuat
untuk menyangkal bahwa manusia bukan berasal dari kera adalah :
1.
Para
ilmuwan telah menemukan fosil manusia yang hidup dahulu kala. Fosil-fosil
manusia ini tidak menunjukkan perbedaan dengan manusia masa kini. Bahkan,
fosil-fosil ini hidup zaman yang dinyatakan para evolusionis belum terbentuk
manusia. Jika mengikuti klaim mereka sehrusnya hanya ada kera nenek moyang
manusia kala itu.
2.
Para
ilmuwan telah menemukan bekas-bekas sebuah gubuk batu. Ketika mereka menghitung
waktunya, mereka mencapai kesimpulan bahwa gubuk itu setidaknya berumur 1,5
juta tahun. Artinya manusia yang hidup 1,5 juta tahun yang lalu adalah manusia
beradab. Mereka adalah manusia biasa sebagaimana manusia masa kini. Bukti ini
membuat pernyataan para evolusionis, seperti bahwa manusia berevolusi dari
kera, pertama ada manusia primitif (separo manusia, separo kera), dan kemudian
berevolusi menjadi manusia masa kini, keliru sama sekali
3.
Salah
satu fosil tertua yang ditemukan hingga saat ini adalah fosil Anak Toscana,
yang berumur sekitar 1,6 juta tahun. Ketika fosil ini diuji dengan saksama,
ditemukan bahwa fosil ini adalah milik anak 12 tahun, yang jika dewasa akan
setinggi 1,8 m. Fosil ini saja, dengan kemiripan yang tepat dengan kerangka
manusia hari ini, sudah cukup untuk menggugurkan kepercayaan bahwa manusia
berasal dari kera.
4.
Manusia
adalah satu-satunya makhluk hidup yang dapat berjalan tegak dengan dua kakinya.
Binatang seperti rusa, anjing, dan kera berkaki empat, dan binatang seperti
ular, buaya dan kadal adalah reptil. Sebagaimana dinyatakan oleh teori evolusi,
jutaan tahun yang lalu kera berkaki empat mengubah cara berjalan mereka menjadi
posisi membungkuk. Kera terus berjalan membungkuk sampai, suatu hari, cara
berjalan mereka menjadi sepenuhnya tegak. Dan sebagai hasilnya, bentuk manusia
tercapai.
B. KESAN
DAN SARAN
Dapat mengetahui dan
mempelajari kehidupan manusia pada masa lampau adalah hal yang sangat menarik
bagi kami. Kami dapat belajar dan mengetahui hal-hal baru yang tadinya kami
tidak tau.
Saran yang kami sampaikan
:
1.
Sebaiknya
sarana dan prasarana situs Museum Sangiran lebih dikembangkan agar daya tarik
pengunjung terhadap museum ini semakin meningkat.
2.
Kunjungan
wisata sejarah seperti ini harus terus dilakukan agar kita dapat mengetahui dan
tidak melupakan sejarah.
3.
Diharapkan
bagi para pembaca agar dapat memahami maksud dari laporan ini dan menambah
wawasan mengenai kehidupan pasa masa lampau.